HAKIKAT "MESIANISME" (KE-ALMASIH-AN) DALAM AL-QURAN & MAKNA "NAGARA PAJAJARAN ANYAR" DAN "URANG SUNDA" DALAM UGA WANGSIT
PRABU SILIWANGI
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Presiden K.H. Abdurrahman Wahid
Selanjutnya Prabu Siliwangi berkata:53. .................Hol datang BUDAK JANGGOTAN SAJAMANG HIDEUNG, datangna nyonyoren KANERON BUTUT.
54. NGAGEUING nu KEUR SASAR, NGELINGAN KANU PAROHO, tapi TEU PISAN DIWARO da KABELINGER PINTERNA, HARAYANG MEUNANG SORANGAN, TEU ELING KA NU NGELINGAN.
55. LANGIT geus BEUREUM SEMUNA HASEUP, NGEBULNA PIRUNAN, boro-boro REK NGAWARO, ku inyana DITAREWAK, arasup ka PANGBEROKAN, eta BARUDAK JANGGOTAN.
Terjemah:
53. ............Lalu datang BUDAK JANGGOTAN BERBAJU HITAM berselendang "kaneron butut" (kantong/tas jelek).
54. MEMBERITAHU (memperingatkan) YANG SEDANG TERSESAT, mengingatkan MEREKA YANG LUPA, akan tetapi TIDAK DIGUBRIS, karena KEBLINGER PINTERNYA, mereka INGIN MENANG SENDIRI, tidak ingat (tidak percaya) kepada YANG MEMBERI INGAT.
55. LANGIT SUDAH MERAH MERONA (berwarna), berasapnya NYALA API, jangankan MAU MENTAATI bahkan OLEH MEREKA DITANGKAP, DIMASUKAN KE DALAM PENJARA, yaitu "ANAK BERJANGGUT".
Kesimpulan yang dapat diambil dari perkataan Prabu Siliwangi tersebut antara lain, bahwa kemungkinan besar yang diisyaratkan dengan "BUDAK JANGGOTAN Sajamang Hideung" (ANAK/REMAJA BERJANGGUT berpakaian hitam) atau "BUDAK JANGGOTAN" mengisyaratkan kepada masa PEMERINTAHAN PRESIDEN KH. ABDURRAHMAN WAHID, yang berusaha untuk MEMBERSIHKAN NEGARA dari ORANG-ORANG atau PIHAK-PIHAK yang selama itu MENGGEROGOTI UANG NEGARA (UANG RAKYAT).
Namun upaya-upaya PRESIDEN KH. ABDURRAHMAN WAHID gagal sebab harus berhadapan dengan BANYAK PIHAK yang MENGATASNAMAKAN REFORMASI, akan tetapi pada hakikatnya MEREKA PUN MERUPAKAN ORANG-ORANG YANG HAUS KEKUASAAN DAN RAKUS KEKAYAAN pula.
Bahkan pada akhirnya PRESIDEN KH. ABDURRAHMAN WAHID secara PAKSA berhasil DILENGSERKAN DARI KURSI KEPRESIDENAN oleh LAWAN-LAWANNYA melalui IMPEACHMENT. Kedudukannya digantikan oleh WAKIL PRESIDEN MEGAWATI SOEKARNOPOETRI. Sehubungan dengan peristiwa tersebut Prabu Siliwangi dalam Uga Wangsitnya berkata:
55. LANGIT geus BEUREUM SEMUNA HASEUP, NGEBULNA PIRUNAN, boro-boro REK NGAWARO, ku inyana DITAREWAK, arasup ka PANGBEROKAN, eta BARUDAK JANGGOTAN.
Terjemah:
55. LANGIT SUDAH MERAH MERONA (berwarna), berasapnya NYALA API, jangankan MAU MENTAATI bahkan OLEH MEREKA DITANGKAP, DIMASUKKAN KE DALAM PENJARA, yaitu "ANAK BERJANGGUT".
"Jaman Sato" (Jaman Kebinatangan)
Selanjutnya Prabu Siliwangi berkata:
56. Laju inyana NGAWUT-NGAWUT PIRANG-PIRANG DAPUR BATUR, majarkeun NEANGAN MUSUH, padahal ari inyana NYIAR-NYIAR PIMUSUHEUN, urangna masing WASPADA,
57. sabab ENGKENA ari inyana BAKAL NYARAM PAJAJARAN, HENTEU BEUNANG DIDONGENGKEUN, sabab ari inyana pisan SARIEUNEUN KANYAHOAN TEGESNA ari inyana pisan.
58. Anu jadi gara-gara SAGALA JADI DANGDARAT, BUTA nu BARUTA mangkin TAMBAH BEDEGONG, bedegong LEUWIH TI MISTI, ngaleuleuwihan MUNDING BULE.
59. Ari inyana TEU ARELING, yen HARITA TEH JAMAN NU GEUS KAASUP KANA JAMAN NYATA, JAMAN SATO pisan, meh kabeh JAMAN MANUSA ku SATO dikawasaanana.
60. Jarayana BUTA-BUTA teu sabaraha lilana, bongan KACIDA TEUING NYANGSARANA KA SOMAH-SOMAH, loba somah NGAREP-NGAREP CARINGIN REUNTAS di alun-alun.
Terjemah:
56. Kemudian dia/mereka MEMPORAK-PORANDAKAN DAPUR-DAPUR MILIK ORANG LAIN, dengan dalih MENCARI MUSUH, padahal mereka MENCARI-CARI CALON MUSUH, kita harus WASPADA,
57. sebab nantinya mereka AKAN MELARANG [berdirinya] PAJAJARAN, TIDAK BOLEH DIKEMUKAKAN KISAHNYA, sebab mereka itu pada hakikatnya TAKUT KETAHUAN.
58. Ada pun PENYEBAB segala sesuatu menjadi "dangdarat" (gagal/kacau), RAKSASA yang "BARUTA" (rakus) semakin "bedegong" (DEGIL), BERLEBIHAN dalam KEDEGILANNYA, melebihi KERBAU BULE.
59. Mereka sebenarnya TIDAK SADAR bahwa PADA WAKTU ITU JAMAN SUDAH MASUK KE DALAM JAMAN NYATA, benar-benar JAMAN BINATANG (kebinatangan), hampir semua JAMAN MANUSIA DIKUASAI oleh BINATANG (kebinatangan).
60. BERJAYANYA PARA RAKSASA TIDAK SEBERAPA LAMANYA, sebabnya adalah KETERLALUAN MENYENGSARAKAN RAKYAT BANYAK, banyak RAKYAT MENUNGGU-NUNGGU POHON BERINGIN yang ada di tanah lapang TUMBANG.
Kesimpulan yang dapat diambil dari perkataan Prabu Siliwangi tersebut antara lain, bahwa pergantian KEPEMIMPINAN NEGARA (Pergantian PRESIDEN) dari REZIM ORDE BARU (ORBA) ke "REZIM REFORMASI" terbukti TIDAK MAMPU MENGUBAH KEADAAN NEGARA MENJADI LEBIH BAIK, bahkan KEADAAN KESATUAN DAN PERSATUAN BANGSA (NKRI) SEMAKIN MENGKHAWATIRKAN, karena -- akibat disahkannya UNDANG-UNDANG mengenai OTONOMI DAERAH (OTDA) -- semakin marak DAERAH-DAERAH yang ingin MELEPASKAN DIRI DARI KEKUASAAN PEMERINTAH PUSAT DI JAKARTA, bahkan MEREKA BENAR-BENAR INGIN MELEPASKAN DIRI DARI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (NKRI).
KERAKUSAN orang-orang yang berhasil menduduki berbagai JABATAN akibat terjadi PERGANTIAN KEPEMIMPINAN NEGARA semakin menjadi-jadi, sehingga di kalangan masyarakat luas muncul "anekdote" bahwa kalau di masa pemerintahan ORDE BARU praktek "SUAP MENYUAP dilakukan DI BAWAH MEJA", kemudian DI MASA REFORMASI dan DEMOKRASI praktek "suap-menyuap" tersebut bukan saja DILAKUKAN SECARA TERANG-TERANGAN DILAKUKAN DI ATAS MEJA, bahkan MEJANYA PUN IKUT DIAMBIL PULA.
Merujuk kepada kenyataan itulah ungkapan Uga Wangsit Prabu Siliwangi berikut ini: Anu jadi gara-gara SAGALA JADI DANGDARAT, BUTA nu BARUTA mangkin TAMBAH BEDEGONG, bedegong LEUWIH TI MISTI, ngaleuleuwihan MUNDING BULE/PENJAJAH BELANDA. (Ada pun PENYEBAB segala sesuatu menjadi "dangdarat" (gagal/kacau), RAKSASA yang "BARUTA" (rakus) semakin "bedegong" (DEGIL), BERLEBIHAN dalam KEDEGILANNYA, melebihi KERBAU BULE/PENJAJAH BELANDA).
Sudah merupakan hukum Allah Ta'ala bahwa setiap tindak KEANIAYAAN akan melahirkan "NEMESIS"-nya (pembalasannya), seperti yang terjadi dengan FIR'AUN yang telah MENINDAS BANI ISRAIL selama 400 tahun di Mesir ( Qs.28:4-7). Demikian pula halnya dengan PARA PELAKU KKN (KORUPSI, KOLUSI, NEPOTISME) di mana pun mereka berada, termasuk di INDONESIA:
Jarayana BUTA-BUTA teu sabaraha lilana, bongan KACIDA TEUING NYANGSARANA KA SOMAH-SOMAH, loba somah NGAREP-NGAREP CARINGIN REUNTAS di alun-alun.
(BERJAYANYA PARA RAKSASA TIDAK SEBERAPA LAMANYA, sebabnya adalah KETERLALUAN MENYENGSARAKAN RAKYAT BANYAK, banyak RAKYAT MENUNGGU-NUNGGU POHON BERINGIN yang ada di tanah lapang TUMBANG).
Makna "Pohon Beringin" dapat tertuju kepada PEMERINTAHAN yang sedang berkuasa, atau tertuju kepada GOLKAR (PARTAI GOLKAR) yang berlambang "Pohon Beringin", yang terbukti merupakan "tempat berlindung yang aman" bagi "BURUNG ELANG" yang biasa "menyambar MANGSA".
Menurut Prabu Siliwangi, bahwa PENYEBAB UTAMA terjadinya semua PERBUATAN BURUK tersebut adalah karena waktu itu JAMAN itu merupakan JAMAN KEBINATANGAN (Qs.27:83; Qs.30:42-44; Qs.57:17-18):
"Ari inyana TEU ARELING, yen HARITA TEH JAMAN NU GEUS KAASUP KANA JAMAN NYATA, JAMAN SATO pisan, meh kabeh JAMAN MANUSA ku SATO DIKAWASAANANA.
(Mereka sebenarnya TIDAK SADAR bahwa PADA WAKTU ITU JAMAN SUDAH MASUK KE DALAM JAMAN NYATA, benar-benar JAMAN BINATANG (kebinatangan), hampir semua JAMAN MANUSIA DIKUASAI oleh BINATANG).
Rd. Ngabehi Burhan Ronggo Warsito dalam "Serat Kolotidho" menyebut zaman ini sebagai "Jaman Edan."
(Bersambung).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar