HAKIKAT "MESIANISME" (KE-ALMASIH-AN) DALAM AL-QURAN & MAKNA "NAGARA PAJAJARAN ANYAR" DAN "URANG SUNDA" DALAM
UGA WANGSIT
PRABU SILIWANGI
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Bab X
Proses Terbentuknya Kerajaan Bani Israil
Dalam Bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa berdasarkan sabda Nabi Besar Muhammad saw. persamaan keadaan Bani Ismail (umat Islam) dengan Bani Israil adalah seperti "persamaan sepasang sepatu" dalam segala seginya. Oleh karena itu untaian nikmat Allah Ta'ala yang telah dianugerahkan Allah Ta'ala kepada Bani Israil pun telah dianugerahkan pula kepada Bani Ismail (umat Islam), firman-Nya:
Dan ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atas kamu, ketika Dia menjadikan nabi-nabi di antara kamu dan menjadikan kamu raja-raja dan Dia memberikan kepada kamu apa yang tidak diberikan kepada kaum lain di antara bangsa-bangsa (Al-Mâidah, 21).
Demikian pula halnya dengan 2 kali azab besar yang ditimpakan Allah Ta'ala kepada Bani Israil – sebagai hukuman Allah Ta'ala atas kedurhakaan mereka – juga telah ditimpakan kepada Bani Ismail (umat Islam), firman-Nya:
Dan Kami telah tetapkan kepada Bani Israil dalam Kitab Taurat itu, "Niscaya kamu akan melakukan kerusakan di bumi dua kali, dan niscaya kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan sangat besar." Maka apabila datang janji pertama dari kedua peristiwa itu Kami bangkitkan untuk menghadapi kamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan tempur yang dahsyat maka mereka menerobos jauh ke dalam rumah-rumah. Dan itu suatu janji yang pasti akan terjadi. Kemudian Kami kembalikan kepada kamu kekuatan untuk mengalahkan mereka, dan Kami bantu kamu dengan harta dan anak-anak, dan Kami menjadikan kamu kelompok yang lebih besar dari sebelumnya. Jika kamu berbuat baik, kamu berbuat baik bagi diri kamu sendiri, dan jika kamu berbuat buruk maka itu untuk diri kamu sendiri. Maka apabila datang janji kedua itu supaya mereka mendatangkan kesusahan pada wajah-wajah kamu, dan supaya mereka memasuki mesjid seperti pernah mereka memasukinya pada pertama kali, dan supaya mereka menghancurkan segala yang telah mereka kuasai. Boleh jadi Tuhan kamu akan menaruh kasihan kepada kamu, tetapi jika kamu kembali kepada kejahatan Kami pun akan kembali menimpakan azab, dan Kami jadikan jahannam sebagai penjara bagi orang-orang yang ingkar (Bani Israil, 5-9). Lihat Bible: Ulangan 28:15, 49-53, 63-64 & 30:15 tentang berkat dan kutuk).
Proses Kejayaan Bani Israil Yang Pertama
Menurut Allah Ta'ala dalam Al-Quran, upaya membangun kerajaan Bani Israil dimulai dibawah kepemimpinan Thalut (Qs.2:248-250) yaitu Gideon (Hakim-hakim 6:7-15 & 7:4-7), sekitar 200 tahun setelah Nabi Musa a.s.. Sebelum Thalut diangkat menjadi raja keadaan Bani Israil terpecah-belah dalam berbagai suku, mereka tidak memiliki raja maupun angkatan perang, sehingga mereka pada tahun 1258 sM., disebabkan kedurhakaan mereka, maka Allah Ta'ala membiarkan mereka menjadi mangsa penindasan dari kaum Midian selama 7 tahun, akibatnya mereka terpaksa mencari perlindungan di dalam gua-gua (Hakim-hakim 5:1-6).
Sehubungan dengan pengangkatan Thalut sebagai raja pertama di kalangan Bani Israil, seorang sahabat Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan pernah berkata: "Kami berjumlah 313 orang dalam perang Badar, dan jumlah itu sesuai dengan jumlah orang yang mengikuti Thalut" (Tirmidzi bab Siyar).
Menurut Bible, jumlah orang yang tetap bersama dengan Gideon setelah menghadapi ujian dengan perantaraan aliran air sungai (Qs.2:250) jumlahnya tinggal 300 orang saja (Hakim-hakim 7:4-7), sama dengan jumlah pasukan Muslim dalam perang Badar, menghadapi 1000 orang pasukan kafir Quraisy Mekkah.
Kenyataan yang memperkuat bahwa Thalut dalam Al-Quran adalah sama dengan Gideon dalam Bible, kata itu berasal dari akar kata yang dalam bahasa Ibrani berarti "menumbangkan" (Encyclopaedia Biblica) atau "menebang" (Jew Encyclopaedia). Jadi, Thalut atau Gideon berarti "orang yang menebas musuh hingga merobohkannya ke tanah". Bible sendiri mengatakan tentang Gideon sebagai "pahlawan yang perkasa" (Hakim-hakim 6:12).
Sesuai dengan arti Gideon tersebut Allah Ta'ala berfirman dalam Al-Quran tentang Thalut:
Tidakkah engkau memperhatikan ihwal para pemuka Bani Israil sesudah Musa, ketika mereka berkata kepada nabi mereka, "Angkatlah bagi kami seorang raja, supaya kami dapat berperang di jalan Allah." Berkata ia, "Apakah barangkali kamu tidak akan berperang jika berperang diwajibkan atas kamu?" Mereka berkata, "Mengapakah kami tidak akan berperang di jalan Allah jika kami telah diusir dari rumah-rumah kami dan dipisahkan dari anak-anak kami?" Maka tatkala diwajibkan berperang atas mereka berpalinglah mereka kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang aniaya. Dan berkata nabi mereka kepada mereka, "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi raja bagi kamu." Mereka berkata, "Bagaimana ia bisa mempunyai kedaulatan atas kami, padahal kami lebih berhak mempunyai kedaulatan daripadanya, dan ia tidak diberi berlimpah-limpah harta?" Nabi itu berkata, "Sesungguhnya Allah telah memilihnya atas kamu dan melebihkannya dengan keluasan ilmu dan kekuatan badan." Dan Allah memberikan kedaulatan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki dan Allah Maha Luas karunia-Nya, Maha Mengetahui. Dan nabi mereka berkata kepada mereka, "Sesungguhnya tanda kedaulatannya ialah akan datang kepada kamu suatu tabut, yakni keadaan hati, yang di dalamnya mengandung ketentraman dari Tuhan kamu dan pusaka, yakni jiwa ksatria, yang ditinggalkan oleh keluarga Musa dan keluarga Harun yang dipikul oleh malaikat-malaikat. Sesungguhnya dalam hal ini ada suatu tanda bagi kamu, jika kamu orang-orang yang beriman (Al Baqarah, 247-249).
Hakikat Perbedaan Siasat yang Dilaksanakan Nabi Daud a.s. dan
Siasat yang Dilaksanakan Nabi Sulaiman a.s.
Dari Kitab suci Al-Quran maupun dari Bible diketahui bahwa kerajaan Bani Israil mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s., setelah keduanya sepenuhnya dapat mengalahkan bangsa-bangsa non-Israil yang di dalam Al-Quran digambarkan sebagai Jalut dan balatentaranya (Qs.2:247-253).
Nama yang sepadan dengan Jalut dalam Bible adalah Goliat (I Samuel 17:4), sedangkan yang dimaksud dengan "balatentara Jalut" adalah kaum Amalek dan semua suku bangsa di sebelah timur Palestina yang membantu kaum Midian dalam penyerangan mereka kepada 12 suku- Bani Israil (Hakim-hakim 6:3).
Pemanfaatan secara optimal SDA (Sumber Daya Alam) dan SDM (Sumber Daya Manusia) yang terdapat di lingkungan kerajaan Bani Israil di masa pemerintahan Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s., menyebabkan penganugerahan untaian nikmat Allah Ta'ala kepada Bani Israil menjadi lengkap, yakni (1) nikmat kenabian, (2) nikmat kerajaan, (3) nikmat kesuksesan dalam bidang kehidupan duniawi, sebagaimana firman-Nya sebelum ini:
Dan tatkala Musa berkata kepada kaumnya, "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atas kamu ketika Dia menjadikan nabi-nabi di antara kamu dan menjadikan kamu raja-raja dan Dia memberikan kepada kamu apa yang tidak diberikan kepada kaum lain di antara bangsa-bangsa (Al Mâidah, 21).
Kesuksesan pendaya-gunaan secara optimal SDA (sumber Daya Alam) dan SDM (Sumber Daya Manusia) yang dilakukan pada masa pemerintahan Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. tersebut diisyaratkan dalam firman-Nya berikut ini:
Dan sungguh Kami benar-benar telah memberikan ilmu kepada Daud dan Sulaiman, dan keduanya berkata, "Segala puji bagi Allah Dzat Yang telah memuliakan kami di atas kebanyakan dari hamba-hamba-Nya yang beriman" (An-Naml, 16).
Berikut adalah rincian kesuksesan pemerintahan di masa Nabi Daud a.s. dan di masa Nabi Sulaiman a.s., firman-Nya:
Dan ingatlah Daud dan Sulaiman, ketika mereka berdua memberikan keputusan yang berbeda mengenai suatu ladang, ketika kambing-kambing suatu kaum merusak di dalamnya, dan Kami menjadi saksi atas benarnya keputusan mereka (Al-Anbiyâ, 79)
Dalam ayat ini dan dalam beberapa ayat berikutnya telah dipergunakan bahasa kiasan untuk menambah indahnya ungkapan. Al-harts (ladang) dapat merujuk kepada wilayah kerajaan Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s., dan ungkapan ghanam al-qaum (kambing-kambing suatu kaum) merujuk kepada kabilah-kabilah tetangga Bani Israil yang buas dan suka merampok dan sering mengadakan serbuan-serbuan ke dalam wilayah kekuasaan Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s..
Ayat tersebut mengisyaratkan kepada dua kebijaksanaan berbeda yang dilaksakan oleh Nabi Daud a.s. dan oleh Nabi Sulaiman a.s. pada masa pemerintahan masing-masing, dalam menghadapi gangguan dari suku-suku non-Bani Israil tersebut. Dikarenakan Nabi Daud a.s. adalah seorang ahli perang yang ulung maka beliau a.s. melancarkan siasat yang keras, yakni memerangi dan menaklukkan suku-suku non Bani Israil tersebut.
Sebaliknya pada masa pemerintahan Nabi Sulaiman a.s., beliau melaksanakan siasat yang lebih lunak, yakni menundukkan suku-suku non Bani Israil tersebut dengan cara mengadakan perjanjian-perjanjian persahabatan dengan mereka, antara lain berupa melakukan hubungan perdagangan dan lain-lain, firman-Nya:
Maka Kami memberikan pengertian yang benar kepada Sulaiman, dan kepada masing-masing Kami berikan kebijaksanaan dan ilmu. Dan Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung untuk bertasbih bersama Daud. Dan Kami yang mengerjakan hal itu (Al-Anbiyâ, 80).
Menurut ayat tersebut bahwa siasat lunak dan menciptakan perdamaian yang dijalankan oleh Nabi Sulaiman s.s. memang sangat tepat dalam keadaan-keadaan pada saat itu, sebagaimana tepatnya siasat keras yang dilaksanakan oleh ayahanda beliau. Nabi Daud a.s., di masa pemerintahannya.
Pernyataan Allah Ta'ala dalam ayat tersebut merupakan bantahan terhadap tuduhan yang dilancarkan oleh beberapa pengarang Yahudi yang telah menyalahkan siasat lunak yang dijalankan oleh Nabi Sulaiman a.s., sehingga menjadi penyebab kehancuran pemerintahan wangsa Nabi Daud a.s..
Ungkapan kalimat "dan kepada masing-masing Kami berikan kebijaksanaan dan ilmu" lebih memperjelas lagi, bahwa menurut Allah Ta'ala siasat-siasat berbeda yang dilaksanakan oleh Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. pada zamannya masing-masing merupakan tindakan terbaik dalam keadaan itu dan paling cocok pada peristiwa di masa pemerintahannya masing-masing.
Makna Ditundukkan-Nya "Gunung-gunung" Dan "Burung-burung"
Ungkapan kalimat "Dan Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung untuk bertasbih bersama Daud" sehubungan dengan penganugerahan nikmat kerajaan dan nikmat kesuksesan duniawi, tidak perlu diartikan secara harfiah, karena ungkapan-ungkapan seperti itu mengandung makna-makna yang luas dan dalam, antara lain berarti bahwa para pembesar kaum (al-jibaal/(gunung-gunung) dan ruhaniawan-ruhaniawan yang bermartabat tinggi (ath-thair/burung-burung) memuliakan Allah Ta'ala dan mendendangkan sanjungan-sanjungan Ilahi bersama-sama dengan Nabi Daud a.s..
Kenapa demikian? Sebab sekali pun beliau a.s. merupakan seorang raja sebuah kerajaan duniawi akan tetapi kewajiban Nabi Daud a.s. sebagai rasul Allah lebih dominan untuk berusaha mengarahkan semua orang yang ada di bawah kekuasaan beliau agar mereka menjadi orang-orang yang bertakwa kepada Allah Ta'ala, firman-Nya:
Bersabarlah atas apa yang mereka katakan, dan ingatlah akan hamba Kami, Daud, yang mempunyai kekuatan yang besar, sesungguhnya ia senantiasa kembali kepada Tuhan. Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung kepadanya. Mereka menyanjungkan puji-pujian Tuhan bersamanya pada waktu petang dan pagi hari. Dan Kami menundukkan kepadanya burung-burung yang berhimpun bersama-sama, semuanya patuh kepada Tuhan. Dan Kami meneguhkan kerajaannya, dan Kami memberikan kepadanya kebijaksanaan dan kepiawaian memutuskan perkara. Dan sudahkah datang kepada kamu kabar tentang orang-orang yang pura-pura bermusuhan, ketika mereka itu memanjat dinding kamar pribadinya? Ketika mereka masuk mendatangi Daud maka ia terkejut dari mereka itu. Mereka berkata, "Janganlah engkau takut, kami dua orang sedang bersengketa, kami berlaku melampaui batas terhadap satu sama lain maka hakimilah kami dengan keadilan, dan janganlah menganiaya kami dan tunjukilah kami ke jalan yang lurus. Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan domba betina sedangkan aku mempunyai seekor domba betina, lalu ia berkata, 'Serahkanlah domba betina itu kepadaku', dan ia telah mengungguli diriku dalam pembicaraan." Ia, Daud, berkata, "Sesungguhnya ia telah berlaku aniaya kepada engkau dengan meminta domba betina engkau untuk menambahkannya kepada domba-domba betinanya. Dan sesungguhnya banyak di antara orang-orang yang bersekutu berlaku aniaya sebagian terhadap sebagian lainnya, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih, dan mereka yang seperti itu hanya sedikit." dan Daud menyangka bahwasanya Kami telah mengujinya maka ia memohon ampun kepada Tuhan-nya, dan ia merebahkan diri menyatakan kepatuhan dan menghadapkan diri kepada-Nya. Maka Kami mengampuni baginya kelemahan itu, dan sesungguhnya ia benar-benar mempunyai kedudukan akrab di sisi Kami dan mempunyai sebaik-baik tempat kembali. "Hai Daud, sesungguhnya Kami telah menjadikan engkau khalifah di bumi ini maka hakimilah di antara manusia dengan kebenaran, dan janganlah engkau mengikuti hawa-nafsu maka ia akan menyesatkan engkau dari jalan Allah". Sesungguhnya orang-orang yang tersesat dari jalan Allah bagi mereka ada azab yang sangat keras disebabkan mereka melupakan Hari Perhitungan. (Shad, 18-27).
Seandainya Nabi Daud a.s. bukan seorang Rasul Allah maka sebagai seorang ahli perang yang ulung tentu beliau a.s. akan langsung membunuh kedua orang yang pura-pura sedang bersengketa tersebut, sebab beliau a.s. mengetahui bahwa kedua orang itu bermaksud akan membunuh beliau a.s. secara diam-diam, namun maksud buruk mereka menjadi gagal karena Nabi Daud a.s. senantiasa dalam keadaan waspada.
Sekali pun Nabi Daud a.s. mengetahui persengketaan dusta yang mereka kemukakan kepada beliau a.s. – yang tujuannya adalah menyindir Nabi Daud a.s. bahwa beliau a.s. adalah seorang raja yang haus kekuasaan dan senantiasa melakukan penaklukkan atas bangsa-bangsa lainnya – namun demikian beliau a.s. dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan melayani kepura-puraan mereka.
Bahkan Nabi Daud a.s. telah menganggap bahwa peristiwa tersebut sebagai "peringatan" dari Allah Ta'ala tentang adanya pihak-pihak di lingkungan kerajaan Bani Israil yang berusaha untuk mengakhiri kekuasaan beliau a.s. di kerajaan Bani Israil.
Makar-Buruk Di masa Pemerintahan Nabi Sulaiman a.s.
Makar-makar buruk dari pihak-pihak penentang wangsa Nabi Daud a.s. tersebut berlanjut pada masa pemerintahan Nabi Sulaiman a.s. (Qs.2:103-104), dan makar-buruk mereka mengalami keberhasilan pada masa kekuasaan putra beliau a.s. yang tidak memiliki ketakwaan, setelah Nabi Sulaiman a.s. wafat (Qs.38:31-41). Berikut firman-Allah Ta'ala tentang makar-makar buruk yang dilakukan terhadap kekuasaan Nabi Sulaiman a.s., yang juga telah dilakukan oleh orang-orang Yahudi kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan, yakni dilakukan, oleh syaitan-syaitan, yakni para pemberontak, di masa kerajaan Sulaiman, dan bukanlah Sulaiman yang ingkar melainkan syaitan-syaitan, yakni para pemberontak, itulah yang ingkar, mereka mengajarkan sihir kepada manusia. Dan mereka mengaku mengikuti apa yang telah diturunkan kepada dua malaikat di Babil, Harut dan Marut. Dan keduanya tidak mengajar seorang pun sehingga mereka berkata, "Sesungguhnya kami hanyalah cobaan karena itu kamu jangan ingkar." Maka orang-orang belajar dari keduanya hal yang dengan itu mereka membuat perbedaan di antara laki-laki dan istrinya, dan mereka tidak mendatangkan mudharat kepada seorang pun dengan itu kecuali dengan seizin Allah; sedangkan mereka yang memberontak ini belajar hal yang mendatangkan mudharat kepada mereka dan tidak bermanfaat bagi mereka. Dan sungguh mereka benar-benar mengetahui bahwa barangsiapa berniaga dengan cara ini tiada baginya suatu bagian keuntungan di akhirat. Dan benar-benar sangat buruk hal yang untuk itu mereka menjual diri mereka, sekiranya mereka mengetahui. Dan sekiranya mereka beriman dan bertakwa niscaya ganjaran yang terbaik adalah di sisi Allah, sekiranya mereka mengetahui (Al-Baqarah, 103-104).
Ayat-ayat Al-Quran sehubungan dengan Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. banyak menggunakan kata-kata kiasan (perumpamaan), misalnya ditundukkan-Nya gunung-gunung, burung-burung, jin-jin dan syaitan-syaitan, bahkan menggunakan istilah "dua orang malaikat, Harut dan Marut", atau ungkapan "besi dilunakkan bagi Nabi Daud a.s." atau "lembah semut" dan kata-kata kiasan lainnya, sehingga mengakibatkan banyak orang yang keliru menafsirkan ayat-ayat Al-Quran tersebut.
(Bersambung).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar