Jumat, 04 September 2009

Mazhab Abu Hanifah r.a. & Perang Dunia



HAKIKAT "MESIANISME" (KE-ALMASIH-AN) DALAM AL-QURAN & MAKNA "NAGARA PAJAJARAN ANYAR" DAN "URANG SUNDA" DALAM

UGA WANGSIT

PRABU SILIWANGI

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Mazhab Imam Abu Hanifah r.a. &
Perang Dunia

Kembali kepada pesan Prabu Siliwangi tentang "LACAK KI SANTANG", ada pun persamaan antara "LACAK KI SANTANG" dengan "JAMAAH MUSLIM" pimpinan RATU ADIL IMAM MAHDI A.S. – yakni JAMAAH AHMADIYAH -- adalah bahwa walaupun menurut Nabi Besar Muhammad saw. IMAM MAHDI A.S. berkedudukan HAKAMAN 'ADALAN (Hakim yang adil), yang akan memberikan keputusan hukum tentang berbagai perbedaan pendapat di kalangan firqah-firqah dan berbagai mazhab yang dianut umat Islam (Qs.6:160; Qs.30:31-33), namun demikian dari antara keempat mazhab Ahlus-Sunnah yang ada – Mazhab Syafi'i, Mazhab Hambali, Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki – pemahaman IMAM MAHDI A.S. lebih banyak memiliki persamaan pendapat dengan pemikiran Imam Abu Hanifah r.a. (mazhab Hanafi) dibandingkan dengan pendapat ketiga Imam Mazhab lainnya.
Ada pun alasannya adalah selain karena pemikiran Imam Abu Hanifah – yang disebut juga Imam 'Azham – sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah Nabi Besar Muhammad saw., juga pada umumnya umat Islam di Hindustan penganut mazhab Hanafi.
Peringatan Prabu Siliwangi: "........ulah rek TALANGKE deui sabab TALAGA BAKAL BEDAH (janganlah LAMBAT (ogah-ogahan) lagi, sebab DANAU AKAN JEBOL) diperkuat lagi dengan peringatan berikut ini:
69. "Nyaeta GANTINA JAMAN, tapi engke mun kasaksi GUNUNG GEDE ENGGEUS BITU, disusul ku TUJUH GUNUNG, genjlong deui SAJAGAT, URANG SUNDA DISARAMBAT. (Yaitu BERGANTINYA JAMAN, tetapi nanti kalau menyaksikan GUNUNG GEDE telah meletus, disusul oleh TUJUH GUNUNG, gempar seantero dunia, ORANG SUNDA bakal "disarambat" (diharapkan kedatangannya dan peran-sertanya).
Menurut Prabu Siliwangi, Berkat peran serta "URANG SUNDA" yang mengikuti "LACAK KI SANTANG" atau KOMUNITAS MUSLIM "NAGARA PAJAJARAN ANYAR" -- yakni PENGIKUT RATU ADILIMAM MAHDI A.S. yang tergabung dalam HIZBULLAH yang hakiki (JEMAAT AHMADIYAH) -- itulah maka "Kehidupan Surgawi" akan terwujud di dalam kehidupan umat manusia di dunia ini:
70. Pasti kanyataanana PUTRA SUNDA NGAHAMPURA, HADE DEUI SAKABEHNA, NAGARA NGAHIJI DEUI, NUSA JADI DEUI, sabab NGADEG RATU ADIL.
71. RATU ADIL NU SAJATI, Cing SAHA ETA WUJUDNA, jeung TI MANA ASALNA ETA RATU ADIL, engke dia nyaraho, KIWARI SIAR BAE ku daria BUDAK ANGON ANU TANGTU.
Terjemahannya:
70. Pasti kenyataan PUTRA SUNDA bakal memaafkan, baik lagi semuanya, NEGARA bersatu lagi, NUSA (tanah air) berwujud lagi, sebab tampil berdiri RATU ADIL.
71. RATU ADIL YANG SEJATI. Coba, SIAPAKAH WUJUDNYA? Dan DARI MANA ASALNYA RATU [ADIL] itu? Nanti kalian bakal mengetahui, sekarang cari (selidiki) saja oleh kalian ANAK GEMBALA yang sudah pasti [kebenarannya].

Kabar Duka & Kabar Suka untuk
"Mereka Yang Memisahkan Diri Ke Sebelah Utara"

Kembali lagi kepada Uga Wangsit Prabu Siliwangi yang sedang dibahas, selanjutnya beliau berpesan, terutama kepada "masyarakat Pajajaran yang memisahkan diri ke sebelah UTARA":
17. Jung GEURA NARINDAK, tapi ULAH NGALIEUK KA TUKANG. Daria anu marisah ka beulah KALER darengekeun: "DAYEUH ku dia bakal MOAL KASAMPAK WUJUDNA,
18. ukur TEGALAN BALADEUHAN, turunan dia LOLOBANA bakalan jaradi SOMAH, mun aya nu jadi PANGKAT bakal LUHUR PANGKATNA ngan TEU BOGA KAKAWASAAN.
19. Ari inyana engke jagana bakal KASEUNDEUAN BATUR, loba batur nu ti anggang, tapi BATUR NU SARUSAH jeung BATUR NU NYUSAHKEUN, tah daria SING WASPADA sakabeh turunan dia.
20. SAKABEH TURUNAN DIA KU NGAING BAKAL DILANGLANG, NGALANGLANG DINA WAKTUNA, dimana NGAING PERLU bakal datang deui NULUNGAN NU BARUTUH DITULUNGAN,
21. MANTUAN NU SARUSAH, ka nu HADE HATE LAKU LAMPAHNA, MOAL KADEULEU mun NGAING DATANG, MOAL KADENGE mun NYARITA, memang NGAING BAKAL DATANG ka NU RANCAGE HATENA,
22. NU GEUS WAWUH DISEMU DINA SEMU, nu SAESTU, nu NGARTI KANA WAWANGI SAJATI, nu LANTIP PIKIRNA, nu HADE LAKU LAMPAHNA.
Terjemahannya:
17. Kalian hendaknya SEGERA BERANGKAT, tetapi JANGAN MENENGOK KE BELAKANG. Kalian yang MEMISAHKAN DIRI ke sebelah UTARA dengarkanlah: "KOTA olehnya TIDAK AKAN KELIHATAN LAGI WUJUDNYA,
18. hanyalah berupa sebuah TEGALAN (HUTAN), keturunan mereka KEBANYAKAN akan menjadi RAKYAT, kalau pun ada yang memiliki PANGKAT (jabatan) akan TINGGI PANGKATNYA tetapi TIDAK MEMILIKI KEKUASAAN.
19. Mereka nanti DI MASA DEPAN bakal BANYAK DIDATANGI yang memerlukan BANTUANNYA, banyak TEMAN, banyak TEMAN dari yang jauh, akan tetapi TEMAN YANG MENGALAMI BERBAGAI KESUSAHAN dan TEMAN YANG MENYUSAHKAN, nah kalian dan semua keturunan kalian harus WASPADA.
20. SEMUA KETURUNAN MEREKA akan DILANGLANG (DIKUNJUNGI) OLEHKU, mengunjungi PADA WAKTUNYA dimana aku perlu AKAN DATANG LAGI MEMBERIKAN PERTOLONGAN kepada YANG MEMBUTUHKAN PERTOLONGAN,
21. memberi pertolongan kepada YANG MENGALAMI KESUSAHAN, kepada YANG BAIK PERI LAKU KEHIDUPANNYA; TIDAK AKAN KELIHATAN KALAU AKU DATANG, TIDAK AKAN TERDENGAR KALAU AKU BERKATA-KATA, memang AKU BAKAL DATANG KEPADA MEREKA yang "RANCAGE" (gesit/trampil/cekatan) HATINYA,
22. kepada yang SUDAH MENGENAL ROMAN MUKA (TANDA-TANDA ALAM DAN TANDA-TANDA ZAMAN) YANG SEBENARNYA, yang MENGERTI "WAWANGI SEJATI (KEHARUMAN SEJATI), yang PIKIRANNYA SUCI DAN CERDAS, yang BAIK PERI LAKU KEHIDUPANNYA,
Mereka yang pergi ke UTARA dapat mengisyaratkan kepada:
  • "URANG SUNDA" penduduk kerajaan Pajajaran yang mempunyai keinginan untuk menghidupkan kembali "dinasti kerajaan Pajajaran", yaitu mereka yang mengklaim sebagai keturunan sah dari Prabu Siliwangi.
  • "URANG SUNDA" yang berkeinginan kawasan Jawa Barat menjadi "Negara Pasundan."
  • "URANG SUNDA" yang saat ini mereka secara simbolik duduk sebagai penguasa kesultanan (kerajaan), dimana mereka menginginkan agar mereka mendapatkan kembali kekuasaan sepenuhnya sebagaimana yang sebelumnya pernah dimiliki oleh para leluhur mereka.
Tetapi dari perkataan Prabu Siliwangi berikut ini bahwa -- kemungkinan besar --keinginan ketiga golongan "URANG SUNDA" penduduk Pajajaran tersebut tidak akan dapat terlaksana:
17. Jung GEURA NARINDAK, tapi ULAH NGALIEUK KA TUKANG. Daria anu marisah ka beulah KALER darengekeun: "DAYEUH ku dia bakal MOAL KASAMPAK WUJUDNA,
18. ukur TEGALAN BALADEUHAN, turunan dia LOLOBANA bakalan jaradi SOMAH, mun aya nu jadi PANGKAT bakal LUHUR PANGKATNA ngan TEU BOGA KAKAWASAAN.
Terjemahnya:
17. Kalian hendaknya SEGERA BERANGKAT, tetapi JANGAN MENENGOK KE BELAKANG. Kalian yang MEMISAHKAN DIRI ke sebelah UTARA dengarkanlah: "KOTA olehnya TIDAK AKAN KELIHATAN LAGI WUJUDNYA,
18. hanyalah berupa sebuah TEGALAN (HUTAN), keturunan mereka KEBANYAKAN akan menjadi RAKYAT, kalau pun ada yang memiliki PANGKAT (jabatan) akan TINGGI PANGKATNYA tetapi TIDAK MEMILIKI KEKUASAAN.
Walaupun kemungkinan besar keinginan ketiga golongan "orang-orang yang memisahkan diri ke sebelah utara" tersebut tidak akan terwujud, akan tetapi mereka mendapat kabar suka dari Prabu Siliwangi bahwa "mereka akan dilanglang (akan disambangi secara gaib) oleh beliau, yaitu keturunan mereka yang memiliki firasat yang baik, sehingga mereka dapat mengenal tanda-tanda alam maupun tanda-tanda zaman, dan mereka dapat mengenal "kebenaran yang sejati" atau WAWANGI SAJATI, yakni yang memiliki KEWANGIAN AKHLAK DAN RUHANI sebagaimana yang dimiliki oleh para LELUHUR kerajaan PAJAJARAN, seperti:
  • PRABU WANGI (Maharaja Lingga Buana), yang gugur dalam Perang Bubat dalam rangka mempertahankan KEHORMATAN dan KEWIBAWAAN "URANG SUNDA" dan "KERAJAAN SUNDA".
  • PRABU WANGI SUTAH (Maharaja Niskala Wastu Kencana), pewaris "KERAJAN SUNDA GALUH dan SUNDA PAKUAN" yang berkedudukan di Kawali, yang kemudian menjadi seorang Rajaresi.
  • PRABU SILIWANGI (SRI BADUGA MAHARAJA) maharaja "KERAJAAN SUNDA GALUH dan SUNDA PAKUAN" yang digabungkan menjadi KERAJAAN PAJAJARAN.

Upaya Melacak Jalannya Sejarah Masa Silam
Guna Mengetahui Perjalanan Sejarah Di Masa Depan

Selanjutnya Prabu Siliwangi berkata:

23. MUN NGAING WAKTUNA DATANG TEU NYARITA, TEU NGARUPA, tapi CIRINA KU WAWANGI, mimiti poe ieu pisan LEUNGIT DI ALAM HIRUP, LEUNGIT DAYEUH JEUNG NAGARA.
24. PAJAJARAN moal ninggalkeun TAPAK lian ti NGARAN pikeun mapay, sabab BUKTI NU KARI bakal rea NU MALUNGKIR, tatapi ENGKE JAGANA BAKAL AYA NO NYOBA-NYOBA,
25. supaya ANU LALEUNGIT SANGKAN BISA KAPANGGIH DEUI, pasti BISA KATIMU, mapay kudu jeung AMPARAN, tapi nu marapayna loba nu ARIEU AING PANG PINTERNA.
26. Ari nu kitu buktina ngan KUDU AREDAN HEULA, sabab BAKAL REA ENGKENA NU KATIMU, sabagian laju KABURU DILARANG ku nu disebut RAJA PANYELANG.
Terjemah:
23. Kalau pada waktunya AKU DATANG TIDAK BERKATA-KATA, TIDAK MEMPERLIHATKAN RUPA (WUJUD), akan tetapi TANDANYA oleh KEHARUMAN, sejak hari ini juga HILANG LENYAP DI ALAM KEHIDUPAN, HILANG LENYAP KOTA DAN NEGARA.
24. PAJAJARAN TIDAK AKAN MENINGGALKAN BEKAS kecuali NAMA untuk keperluan PENELUSURAN, sebab BUKTI YANG TERSISA akan BANYAK YANG MENGINGKARI, akan tetapi KELAK DI KEMUDIAN HARI bakal ada yang MENCOBA-COBA,
25. supaya YANG TELAH MENGHILANG DAPAT BERTEMU (diketemukan) lagi, PASTI BISA DITEMUKAN (bertemu), MELAKUKAN PENELUSURAN HARUS DENGAN "AMPARAN" (landasan/cara-cara yang hakiki), tetapi orang yang MELAKUKAN PENELUSURAN (penyelidikan) banyak yang MERASA DIRI PALING PANDAI.
26. Kalau yang demikian (seperti) itu keadaannya (kenyataannya) HARUS TERLEBIH DULU MENJADI GILA, sebab KELAK AKAN BANYAK YANG DIKETEMUKAN (bertemu). SEBAGIAN keburu DILARANG oleh yang disebut RAJA PENYELANG.

Kesimpulan yang dapat diambil dari perkataan Prabu Siliwangi tersebut antara lain bahwa "kedatangan" kembali Prabu Siliwangi kepada orang-orang yang "dilanglang" (disambangi) oleh beliau bukan dalam wujud jasmani -- sebagaimana pendapat keliru orang-orang yang mempercayai kedatangan kedua kali para Rasul Allah bahwa kedatangan para Rasul Allah tersebut benar-benar akan datang kedua kali secara jasmani – padahal kedatangannya adalah secara rUhani atau merupakan misal (Qs.43:58; Qs.46:11). Kenyataan tersebut diperkuat oleh perkataan Prabu Siliwangi selanjutnya bahwa, "PAJAJARAN tidak akan meninggalkan BEKAS kecuali NAMA untuk keperluan PENELUSURAN."
Untuk dapat menafsirkan Uga Wangsit Prabu Siliwangi diperlukan "keahlian khusus" yang tidak dimiliki oleh setiap orang dan tidak dimiliki oleh sembarang orang. Sebab jika orang yang tidak memiliki "keakhlian khusus" tersebut berusaha menafsirkan Uga Wangsit Prabu Siliwangi maka upaya penafsiran yang dilakukannya akan menghasilkan kesimpulan yang keliru yang bukan saja dapat menyesatkan si penafsir tetapi juga dapat menyesatkan pihak lain yang mempercayai penafsiran keliru tersebut.
Kasus-kasus penipuan yang timbul akibat kekeliruan menafsirkan berbagai Uga Wangsit dari para Leluhur -- termasuk Uga Wangsit Prabu Siliwangi -- tersebut sering kali terjadi, contohnya kasus-kasus penipuan berkenaan "pengangkatan harta karun" peninggalan raja-raja di Nusantara, dan lain-lain.

(
Bersambung).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar