Selasa, 25 Agustus 2009

Berbagai Pendapat Tentang Makna Kata "Pajajaran"

HAKIKAT "MESIANISME" (KE-ALMASIH-AN) DALAM AL-QURAN & MAKNA "NAGARA PAJAJARAN ANYAR" DAN "URANG SUNDA" DALAM UGA WANGSIT PRABU SILIWANGI

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma
Berbagai Pendapat Tentang Makna Kata "Pajajaran"

Hampir secara umum penduduk Bogor mempunyai keyakinan bahwa Kota Bogor mempunyai hubungan lokatif dengan Kota Pakuan, ibukota Pajajaran. Asal-usul dan arti Pakuan terdapat dalam berbagai sumber. Di bawah ini adalah hasil penelusuran dari sumber-sumber tersebut berdasarkan urutan waktu:
"Naskah Carita Waruga Guru (1750-an). Dalam naskah berbahasa Sunda Kuna ini diterangkan bahwa nama Pakuan Pajajaran didasarkan bahwa di lokasi tersebut banyak terdapat pohon Pakujajar.
1. K.F. Holle (1869). Dalam tulisan berjudul De Batoe Toelis te Buitenzorg (Batutulis di Bogor), Holle menyebutkan bahwa di dekat Kota Bogor terdapat kampung bernama Cipaku, beserta sungai yang memiliki nama yang sama. Di sana banyak ditemukan pohon paku. Jadi menurut Holle, nama Pakuan ada kaitannya dengan kehadiran Cipaku dan pohon paku. Pakuan Pajajaran berarti pohon paku yang berjajar ("op rijen staande pakoe bomen").
2. G.P. Rouffaer (1919) dalam Encyclopedie van Niederlandsch Indie edisi Stibbe tahun 1919. Pakuan mengandung pengertian "paku", akan tetapi harus diartikan "paku jagat" (spijker der wereld) yang melambangkan pribadi raja seperti pada gelar Paku Buwono dan Paku Alam. "Pakuan" menurut Fouffaer setara dengan "Maharaja". Kata "Pajajaran" diartikan sebagai "berdiri sejajar" atau "imbangan" (evenknie). Yang dimaksudkan Rouffaer adalah berdiri sejajar atau seimbang dengan Majapahit. Sekalipun Rouffaer tidak merangkumkan arti Pakuan Pajajaran, namun dari uraiannya dapat disimpulkan bahwa Pakuan Pajajaran menurut pendapatnya berarti "Maharaja yang berdiri sejajar atau seimbang dengan (Maharaja) Majapahit". Ia sependapat dengan Hoesein Djajaningrat (1913) bahwa Pakuan Pajajaran didirikan tahun 1433.
3. R. Ng. Poerbatjaraka (1921). Dalam tulisan De Batoe-Toelis bij Buitenzorg (Batutulis dekat Bogor) ia menjelaskan bahwa kata "Pakuan" mestinya berasal dari bahasa Jawa kuno "pakwwan" yang kemudian dieja "pakwan" (satu "w", ini tertulis pada Prasasti Batutulis). Dalam lidah orang Sunda kata itu akan diucapkan "pakuan". Kata "pakwan" berarti kemah atau istana. Jadi, Pakuan Pajajaran, menurut Poerbatjaraka, berarti "istana yang berjajar"(aanrijen staande hoven).
4. H. Ten Dam (1957). Sebagai Insinyur Pertanian, Ten Dam ingin meneliti kehidupan sosial-ekonomi petani Jawa Barat dengan pendekatan awal segi perkembangan sejarah. Dalam tulisannya, Verkenningen Rondom Padjadjaran (Pengenalan sekitar Pajajaran), pengertian "Pakuan" ada hubungannya dengan "lingga" (tonggak) batu yang terpancang di sebelah prasasti Batutulis sebagai tanda kekuasaan. Ia mengingatkan bahwa dalam Carita Parahyangan disebut-sebut tokoh Sang Haluwesi dan Sang Susuktunggal yang dianggapnya masih mempunyai pengertian "paku". Ia berpendapat bahwa "pakuan" bukanlah nama, melainkan kata benda umum yang berarti ibukota (hoffstad) yang harus dibedakan dari keraton. Kata "pajajaran" ditinjaunya berdasarkan keadaan topografi. Ia merujuk laporan Kapiten Wikler (1690) yang memberitakan bahwa ia melintasi istana Pakuan di Pajajaran yang terletak antara Sungai Besar dengan Sungai Tanggerang (disebut juga Ciliwung dan Cisadane). Ten Dam menarik kesimpulan bahwa nama "Pajajaran" muncul karena untuk beberapa kilometer Ciliwung dan Cisadane mengalir sejajar. Jadi, Pakuan Pajajaran dalam pengertian Ten Dam adalah Pakuan di Pajajaran atau "Dayeuh Pajajaran".
Sebutan "Pakuan", "Pajajaran", dan "Pakuan Pajajaran" dapat ditemukan dalam Prasasti Batutulis (nomor 1 & 2) sedangkan nomor 3 bisa dijumpai pada Prasasti Kebantenan di Bekasi. Dalam naskah Carita Parahiyangan ada kalimat berbunyi:
"Sang Susuktunggal, inyana nu nyieunna palangka Sriman Sriwacana Sri Baduga Maharajadiraja Ratu Haji di Pakwan Pajajaran nu mikadatwan Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati, inyana pakwan Sanghiyang Sri Ratu Dewata" (Sang Susuktunggal, dialah yang membuat tahta Sriman Sriwacana (untuk) Sri Baduga Maharaja Ratu Penguasa di Pakuan Pajajaran yang bersemayam di keraton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati, yaitu pakuan Sanghiyang Sri Ratu Dewata).
Sanghiyang Sri Ratu Dewata adalah gelar lain untuk Sri Baduga. Jadi yang disebut "pakuan" itu adalah "kadaton" yang bernama Sri Bima dan seterusnya. "Pakuan" adalah tempat tinggal untuk raja, biasa disebut keraton, kedaton atau istana.
Jadi tafsiran Poerbatjaraka lah yang sejalan dengan arti yang dimaksud dalam Carita Parahiyangan, yaitu "istana yang berjajar". Tafsiran tersebut lebih mendekati lagi bila dilihat nama istana yang cukup panjang tetapi terdiri atas nama-nama yang berdiri sendiri. Diperkirakan ada 5 bangunan keraton yang masing-masing bernama: Bima, Punta, Narayana, Madura dan Suradipati. Inilah mungkin yang biasa disebut dalam peristilahan klasik "panca persada" (lima keraton). Suradipati adalah nama keraton induk. Hal ini dapat dibandingkan dengan nama-nama keraton lain, yaitu Surawisesa di Kawali, Surasowan di Banten dan Surakarta di Jayakarta pada masa silam."
Itulah beberapa pendapat tentang kata "Pajajaran" yang identik dengan kata shaff dalam bahasa Arab yang artinya jajaran-jajaran atau berjajar-jajar.

Hakikat Berpegang-teguh Pada "Tali Allah"

Jadi, kembali lagi kepada hubungan erat antara kata shaff (jajaran) dalam dengan kata "Nagara Pajajaran Anyar" dalam Uga Wangsit Prabu Siliwangi, hal itu mengandung makna yang sangat dalam, karena memiliki kedua kata tersebut hubungan erat dengan Hizbullah (Jemaat Ilahi) di Akhir Zaman ini, yang keadaannya digambarkan oleh firman Allah Ta'ala di awal Pengantar uraian ini:

سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ()يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ()كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ()إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ

"Bertasbih kepada Allah apa pun yang ada di seluruh langit dan apa pun yang ada di bumi, dan Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Hai orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan? Sangat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa pun yang tidak kamu kerjakan. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya berjajar-jajar, mereka itu seakan-akan suatu bangunan yang tersusun kokoh" (Ash-Shaff, 2-5).
Dan juga dalam firman-Nya berikut ini:


وَ مَا مِنَّاۤ اِلَّا لَہٗ مَقَامٌ مَّعۡلُوۡمٌ ﴿﴾ۙ وَّ اِنَّا لَنَحۡنُ الصَّآفُّوۡنَ ﴿﴾ۚ وَ اِنَّا لَنَحۡنُ الۡمُسَبِّحُوۡنَ ﴿﴾

"Dan tiada di antara kami kecuali baginya maqam (martabat) yang ditentukan, dan sesungguhnya kami benar-benar berdiri bershaf-shaf (berjajar-jajar), dan sesungguhnya kami adalah benar-benar adalah orang-orang yang bertasbih" (Ash-Shaffat, 165-167).
Merujuk kepada pentingnya seluruh umat Islam bergabung ke dalam satu "Jama'ah" itu pulalah peringatan Allah Ta'ala kepada seluruh umat Islam berikut ini:

یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰہَ حَقَّ تُقٰتِہٖ وَ لَا تَمُوۡتُنَّ اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾ وَ اعۡتَصِمُوۡا بِحَبۡلِ اللّٰہِ جَمِیۡعًا وَّ لَا تَفَرَّقُوۡا ۪ وَ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ اِذۡ کُنۡتُمۡ اَعۡدَآءً فَاَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِکُمۡ فَاَصۡبَحۡتُمۡ بِنِعۡمَتِہٖۤ اِخۡوَانًا ۚ وَ کُنۡتُمۡ عَلٰی شَفَا حُفۡرَۃٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنۡقَذَکُمۡ مِّنۡہَا ؕ کَذٰلِکَ یُبَیِّنُ اللّٰہُ لَکُمۡ اٰیٰتِہٖ لَعَلَّکُمۡ تَہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾ وَلۡتَکُنۡ مِّنۡکُمۡ اُمَّۃٌ یَّدۡعُوۡنَ اِلَی الۡخَیۡرِ وَ یَاۡمُرُوۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ یَنۡہَوۡنَ عَنِ الۡمُنۡکَرِ ؕ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾ وَ لَا تَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ تَفَرَّقُوۡا وَ اخۡتَلَفُوۡا مِنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَہُمُ الۡبَیِّنٰتُ ؕ وَ اُولٰٓئِکَ لَہُمۡ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ ﴿﴾ۙ یَّوۡمَ تَبۡیَضُّ وُجُوۡہٌ وَّ تَسۡوَدُّ وُجُوۡہٌ ۚ فَاَمَّا الَّذِیۡنَ اسۡوَدَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ ۟ اَکَفَرۡتُمۡ بَعۡدَ اِیۡمَانِکُمۡ فَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡفُرُوۡنَ ﴿﴾ وَ اَمَّا الَّذِیۡنَ ابۡیَضَّتۡ وُجُوۡہُہُمۡ فَفِیۡ رَحۡمَۃِ اللّٰہِ ؕ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan ketakwaan yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan menyerahkan diri kepada-Nya. Dan BERPEGANG-TEGUHLAH KAMU SEKALIAN KEPADA TALI ALLAH, dan JANGANLAH KAMU BERCERAI-BERAI, dan ingatlah akan nikmat Allah atas kamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, lalu DIA MENYATUKAN HATI KAMU dengan KECINTAAN DI ANTARA SATU SAMA LAIN, sehingga dengan NIKMAT-NYA itu KAMU MENJADI BERSAUDARA, dan kamu dahulu berada di pinggir jurang api lalu Dia menyelamatkan kamu darinya. Demikianlah Allah menjelaskan Tanda-tanda-Nya kepada kamu supaya kamu mendapat petunjuk. Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan yang mengajak manusia kepada kebajikan dan menyuruh kepada kebaikan dan melarang terhadap keburukan, dan mereka itulah orang-orang yang berjaya. Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang berpecah-belah dan berselisih sesudah Tanda-tanda yang nyata datang kepada mereka, dan mereka itulah yang bagi mereka azab yang besar. Pada hari ketika wajah-wajah akan menjadi putih dan wajah-wajah akan menjadi hitam, lalu ada pun orang-orang yang wajah-wajah mereka hitam dikatakan kepada mereka, "Adakah kamu kafir sesudah beriman? Maka rasakanlah azab ini disebabkan kekafiran kamu." Dan ada pun orang-orang yang wajah-wajah mereka putih mereka akan berada di dalam rahmat Allah, mereka akan kekal di dalamnya" (Aali 'Imran, 103-108).
Adapun yang dimaksud dengan "tali Allah" dalam ayat tersebut adalah Rasul Allah, sebab dengan perantaraan pengutusan Rasul Allah itulah Allah Ta'ala dari zaman ke zaman telah membangun suatu "persaudaraan ruhani" yang hakiki di kalangan umat manusia, yang berlandaskan keimanan kepada Allah Ta'ala dan keimanan kepada Rasul-Nya, firman-Nya:
"Dan Dia telah menanamkan kecintaan di antara hati mereka. Seandainya engkau membelanjakan apa pun yang ada di bumi ini seluruhnya, engkau tidak akan dapat menanamkan kecintaan di antara hati mereka, tetapi Allah telah menanamkan kecintaan di antara mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa, Maha Terpuji. Hai Nabi, Allah cukup bagi engkau dan bagi orang-orang yang mengikuti engkau di antara orang-orang beriman" (An-Anfâl, 64-65).

Kesatuan dan Persatuan Umat & Tauhid Ilahi

Kenyataan membuktikan, bahwa bagaimana pun hebatnya penderitaan di jalan Allah Ta'ala yang dialami oleh para sahabat Nabi Besar Muhammad saw., akan tetapi mereka tidak pernah mau memisahkan diri dari sisi Nabi Besar Muhammad saw. -- sebagaimana harapan sia-sia orang-orang munafik pimpinan Abdullah bin bin Ubayy bin Salul di Madinah -- firman-Nya:

ہُمُ الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ لَا تُنۡفِقُوۡا عَلٰی مَنۡ عِنۡدَ رَسُوۡلِ اللّٰہِ حَتّٰی یَنۡفَضُّوۡا ؕ وَ لِلّٰہِ خَزَآئِنُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ لٰکِنَّ الۡمُنٰفِقِیۡنَ لَا یَفۡقَہُوۡنَ ﴿﴾ یَقُوۡلُوۡنَ لَئِنۡ رَّجَعۡنَاۤ اِلَی الۡمَدِیۡنَۃِ لَیُخۡرِجَنَّ الۡاَعَزُّ مِنۡہَا الۡاَذَلَّ ؕ وَ لِلّٰہِ الۡعِزَّۃُ وَ لِرَسُوۡلِہٖ وَ لِلۡمُؤۡمِنِیۡنَ وَ لٰکِنَّ الۡمُنٰفِقِیۡنَ لَا یَعۡلَمُوۡنَ ٪﴿﴾

"Mereka itulah orang-orang yang berkata, "Janganlah kamu membelanjakan harta bagi orang-orang yang di sisi (bersama) Rasul Allah, supaya mereka bubar karena kelaparan. Padahal milik Allah khazanah-khazanah seluruh langit dan bumi, akan tetapi orang-orang munafik itu tidak mengerti. Mereka berkata, "Jika kembali ke Medinah niscaya orang yang paling mulia akan mengeluarkan (mengusir) orang yang paling hina darinya." Padahal kemuliaan hakiki itu milik Allah dan Rasul-Nya dan milik orang-orang beriman, akan tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui" (Al-Munâfiqûn, 8-9).
Pendek kata, kepatuh-taatan sempurna para sahabat Nabi Besar Muhammad saw. kepada Allah Ta'ala dan kepada beliau saw. bagaikan kepatuh-taatan sempurna para malaikat dalam mengemban amanat-amanat Allah Ta'ala yang telah dipikulkan kepada mereka, firman-Nya:

وَ مَا مِنَّاۤ اِلَّا لَہٗ مَقَامٌ مَّعۡلُوۡمٌ ﴿﴾ۙ وَّ اِنَّا لَنَحۡنُ الصَّآفُّوۡنَ ﴿﴾ۚ وَ اِنَّا لَنَحۡنُ الۡمُسَبِّحُوۡنَ ﴿﴾

"Dan tiada di antara kami kecuali baginya maqam (martabat) yang ditentukan, dan sesungguhnya kami benar-benar berdiri bershaf-shaf (berjajar-jajar), dan sesungguhnya kami adalah benar-benar orang-orang yang bertasbih" (Ash-Shaffat, 165-167).
Berikut adalah beberapa ayat Al-Quran lainnya yang diawali dengan kata sabbahalillâhi atau yusabbihulillâhi yakni "bertasbih kepada Allah Ta'ala": Qs.17:45; Qs.24:42; Qs.61:2; Qs.62:2; Qs.64:2, pada hakikatnya penggunan kata sabbaha – yakni bertasbih -- dalam ayat-ayat tersebut merujuk kepada sikap kepatuh-taatan sempurna para malaikat atau para Rasul Allah terhadap apa pun yang telah ditugaskan Allah Ta'ala kepada mereka (Qs.35:2; Qs.66:7), atau pun mengisyaratkan kepada kepatuh-taatan para anggota HIZBULLÂH (partai/golongan/jamaah Allah Ta'ala) terhadap perintah imam mereka (Rasul Allah), terutama sekali kepatuh-taatan sempurna para sahabat Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:

سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ()يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ()كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ()إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ

"Bertasbih kepada Allah apa pun yang ada di seluruh langit dan apa pun yang ada di bumi, dan Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Hai orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan? Sangat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa pun yang tidak kamu kerjakan. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya berjajar-jajar, mereka itu seakan-akan suatu bangunan yang tersusun kokoh (Ash-Shaff, 2-5).
(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar