Minggu, 30 Agustus 2009

Al-Quran tentang Mesianisme & Hikmah Wafatnya Semua Putra Nabi Besar Muhammmad saw. di Masa Kecil




HAKIKAT "MESIANISME" (KE-ALMASIH-AN) DALAM AL-QURAN & MAKNA "NAGARA PAJAJARAN ANYAR" DAN "URANG SUNDA" DALAM
UGA WANGSIT
PRABU SILIWANGI

BAB V

Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

Al-Quran Tentang Mesianisme &
Hikmah Wafatnya Semua Putera
Nabi Besar Muhammad Saw Di Masa Kecil

Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda, bahwa persamaan antara Bani Ismail (umat Islam) dengan Bani Israil seperti persamaan sepasang sepatu, itulah sebabnya umat Islam pun mempercayai kedatangan Al-Masih Mau'ud a.s. (Al-Masih yang dijanjikan), sebab Nabi Besar Muhammad saw. sendiri – baik dalam Bible maupun dalam Al-Quran – telah disebut sebagai Nabi yang seperti Musa a.s. (Ul. 18:18-19; Qs. 46:11).

Begitu pula halnya sehubungan dengan akan dibangkitkan-Nya Rasul Allah yang seperti Isa Ibnu Maryam a.s. atau misal Isa Ibnu Maryam a.s. di kalangan Bani Ismail (Qs.11:18; Qs.43:58; Qs.62:3-5), Allah Ta'ala telah mentakdirkan semua putera laki-laki Nabi Besar Muhammad saw. wafat pada waktu kecil -- yang berumur panjang adalah anak-anak perempuan beliau saw., khususnya Siti Fathimah r.a. -- sehingga oleh para penentangnya dari kaum kafir beliau saw. dituduh sebagai seorang abtar (terputus keturunannya), namun dengan tegas Allah Ta'ala menyatakan bahwa justru para penentang Nabi Besar Muhammad saw. itulah yang akan menjadi abtar (terputus keturunannya – Qs.108:1-4).

Misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.. &
Pembelaan Allah Ta'ala Melalui Gelar Khaataman-Nabiyyiin

Keturunan Nabi Besar Muhammad a.s. yang usianya panjang sehingga ia melahirkan anak-keturunan adalah Siti Fatimah r.a. yang dinikahkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. dengan Ali bin Abi Thalib r.a., sehingga dengan demikian hubungan darah keturunan Nabi Besar Muhammad saw. melalui Hassan bin Abi Thalib r.a. dan Hussein bin Abi Thalib r.a. dengan Bani Ismail (bangsa Arab) hanya dari pihak perempuan -- yakni Siti Fatimah r.a. -- sebab semua putra laki-laki Nabi Besar Muhammad saw. wafat pada waktu kecil. Sehingga sebagaimana halnya Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Israili memiliki hubungan darah dengan Bani Israil hanya melalui ibunya (Siti Maryam r.a.) saja -- karena beliau tidak memiliki ayah seorang laki-laki dari kalangan Bani Israil, sebab ibunya merangkap juga sebagai ayahnya itulah sebabnya beliau bernama Isa Ibnu (anak) Maryam -- maka demikian pula misal Isa Ibnu Maryam (Qs.43:58) yang akan dibangkitkan di kalangan Bani Ismail (umat Islam) pun memiliki hubungan darah dengan Bani Ismail (bangsa Arab) hanya melalui pihak perempuan saja, yakni Siti Fatimah r.a. -- puteri Nabi Besar Muhammad saw. -- dari jalur keturunan Hasan bin Abi Thalib r.a..
Itulah sebabnya ketika putera Nabi Besar Muhammad saw. yang bernama Ibrahim meninggal dunia, maka para pemuka orang-orang kafir Quraisy menuduh Nabi Besar Muhammad saw., sebagai abtar ( terputus keturunannya), sebab semua putera Nabi Besar Muhammad saw. meninggal di waktu kecil, termasuk Ibrahim, putera beliau saw. dari istri beliau saw. yang bernama Maria Qibtiyah.
Kenapa demikian? Sebab menurut adat-istiadat bangsa Arab jahiliyah bahwa walau pun seseorang memiliki banyak anak perempuan, akan tetapi jika tidak memiliki anak laki-laki yang berumur panjang maka ia akan dianggap seorang abtar (terputus keturunannya). Atas tuduhan tersebut Allah Ta'ala menjawab, bahwa justru yang benar-benar akan abtar (terputus) Nabi Besar Muhammad saw. adalah para penentang beliau saw., firman-Nya:

اِنَّاۤ اَعۡطَیۡنٰکَ الۡکَوۡثَرَ ؕ﴿﴾ فَصَلِّ لِرَبِّکَ وَ انۡحَرۡ ؕ﴿﴾ اِنَّ شَانِئَکَ ہُوَ الۡاَبۡتَرُ ٪﴿﴾

Sesungguhnya Kami telah menganugerahkan kepada engkau [nikmat ] yang sangat banyak, maka dirilah shalat bagi Tuhan engkau dan berkorbanlah, sesungguhnya mereka yang membenci engkaulah yang abtar - terputus keturunannya (Al-Kautsar, 2-4).
Itulah pula sebabnya ketika orang-orang kafir menuduh Nabi Besar Muhammad saw. telah melanggar adat-istiadat bangsa Arab, karena beliau saw. telah menikahi Siti Zainab r.a., janda dari Zaid bin Haritsah r.a., anak angkat Nabi Besar Muhammad saw. (Qs.33:38-41) -- karena menurut adat istiadat bangsa Arab kedudukan anak angkat sama dengan kedudukan anak kandung, padahal menurut Allah Ta'ala tidak sama(Qs.33:5-6) – maka Allah Ta'ala telah mengadakan pembelaan terhadap tuduhan dusta orang-orang kafir tersebut bahwa:
1. Menurut Allah Ta'ala kedudukan anak angkat tidak sama dengan kedudukan anak kandung (Qs.33:5-6), oleh karena itu dalam hukum Islam (Al-Quran) tidak ada larangan (diperbolehkan) seorang laki-laki Muslim menikahi bekas istri (janda) dari anak angkatnya, sebab antara anak-angkat dengan bapak angkat tidak memiliki hubungan darah. Itulah sebabnya setelah Zaid bin Haritsah r.a. menceraikan Siti Zainab r.a., lalu Allah Ta'ala menikahkan Nabi Besar Muhammad saw. dengan Siti Zainab r.a. (Qs.33:38-40).
2. Berbeda dengan para Rasul Allah sebelumnya yang diutus Allah Ta'ala hanya kepada kaumnya saja (Qs.61:7), Nabi Besar Muhammad saw. diutus oleh Allah Ta'ala sebagai Rasul Allah untuk seluruh umat manusia (Qs.7:159; Qs.21:108; Qs.25:2; Qs.34:29), oleh karena itu hubungan antara Nabi Besar Muhammad saw. dan para istri beliau saw. (uumahatul-mukminin) dengan orang-orang Islam bersifat seperti hubungan antara "orang-tua" dengan "anak-anaknya", sehingga sepeninggal Nabi Besar Muhammad saw. Allah Ta'ala melarang orang-orang beriman menikahi istri-istri Nabi Besar Muhammad saw. (Qs.33:54), firman-Nya:

اَلنَّبِیُّ اَوۡلٰی بِالۡمُؤۡمِنِیۡنَ مِنۡ اَنۡفُسِہِمۡ وَ اَزۡوَاجُہٗۤ اُمَّہٰتُہُمۡ ؕ وَ اُولُوا الۡاَرۡحَامِ بَعۡضُہُمۡ اَوۡلٰی بِبَعۡضٍ فِیۡ کِتٰبِ اللّٰہِ مِنَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ وَ الۡمُہٰجِرِیۡنَ اِلَّاۤ اَنۡ تَفۡعَلُوۡۤا اِلٰۤی اَوۡلِیٰٓئِکُمۡ مَّعۡرُوۡفًا ؕ کَانَ ذٰلِکَ فِی الۡکِتٰبِ مَسۡطُوۡرًا ﴿﴾

Nabi itu lebih dekat kepada orang-orang mukmin daripada kepada diri mereka sendiri, dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. Dan keluarga yang sedarah hak-hak mereka adalah lebih dekat satu sama lain menurut Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajir, kecuali jika kamu berbuat kebaikan terhadap sahabat kamu. Yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab Allah (Al-Ahzab, 7).
3. Dalam rangka lebih menegaskan pembelaan-Nya terhadap kesucian akhlak dan ruhani Nabi Besar Muhammad saw. selanjutnya Allah Ta'ala berfirman:

مَا کَانَ مُحَمَّدٌ اَبَاۤ اَحَدٍ مِّنۡ رِّجَالِکُمۡ وَ لٰکِنۡ رَّسُوۡلَ اللّٰہِ وَ خَاتَمَ النَّبِیّٖنَ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمًا ﴿٪﴾

Muhammad bukanlah bapak salah seorang di antara laki-laki kamu, akan tetap ia adalah Rasul Allah dan Khaataman-Nabiyyiin (Meterai para Nabi), dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (Al Ahzab, 41).
Itulah 3 macam pembelaan Allah Ta'ala terhadap Nabi Besar Muhammad saw., oleh karena itu apabila kata Khaataman-Nabiyyiin hanya diartikan Nabi Terakhir atau Penutup silsilah nabi-nabi secara total maka pembelaan Allah Ta'ala dalam ayat tersebut terhadap kesucian akhlak dan ruhani Nabi Besar Muhammad saw. menjadi tidak optimal, sebab tidak setiap "yang terakhir" pasti merupakan "yang terbaik."
Tetapi tidak demikian halnya jika makna yang benar dari Khaataman-Nabiyyiin dalam ayat tersebut adalah "Meterai Nabi-nabi" atau "Perhiasan nabi-nabi" atau arti-arti lainnya yang menggambarkan puncak kesempurnaan, sehingga dengan demikian tahapan-tahapan pembelaan Allah Ta'ala tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Hai orang-orang kafir bangsa Arab, bukankah kalian sendiri yang telah menuduh Muhammad saw. sebagai seorang abtar (terputus keturunannya – Qs.108:1-4) ketika semua anak laki-lakinya meninggal dunia pada waktu kecil? Oleh karena itu tuduhan kalian – bahwa Muhammad saw. telah melakukan suatu kesalahan besar telah menikahi janda dari anak-kandungnya sendiri sebagaimana anggapan adat istiadat Arab Jahiliyah -- sama sekali tidak benar, sebab Muhammad saw. bukan ayah dari salah seorang laki-laki bangsa Arab mana pun, dan dia bukan pula ayah kandung Zaid bin Haritsah, melainkan dia hanyalah sebagai ayah angkat dari Zaid bin Haritsah, dan kedudukan anak angkat tidak sama dengan kedudukan anak kandung (Qs.33:5-6)
2. Hai orang-orang kafir bangsa Arab, bagaimana mungkin Muhammad saw. dalam kedudukan mulianya sebagai seorang Rasul Allah (Utusan Allah) yang mengemban syariat terakhir dan tersempurna (Qs.5:4) akan melakukan tindakan-tindakan mengikuti keinginan hawa-nafsunya sendiri (Qs.53:3-5)? Ketahuilah, Aku sendirilah yang telah menikahkan Muhammad saw. dengan Siti Zainab, janda dari anak-angkatnya itu, supaya tidak menjadi keberatan (tidak berdosa) bagi orang-orang lain untuk melakukan hal yang sama (Qs.33:38), sebab antara bapak angkat dengan anak angkat sama sekali tidak memiliki pertalian darah, sehingga tidak akan terjadi kekacauan dalam masalah hubungan darah jika seorang ayah angkat menikahi janda (bekas istri) anak angkatnya (Qs.4:24-26).
3. Hai orang-orang kafir bangsa Arab, kedudukan mulia Nabi Muhammad saw. bukan hanya sekedar Rasul Allah hanya untuk bangsa Arab saja, sebab dia adalah seorang Rasul Allah untuk seluruh umat manusia (Qs.7:159; Qs.21:108; Qs.25:2; Qs.34:29) yang mengemban agama terakhir (agama Islam) dan Kitab Suci terakhir (Al-Quran – Qs.5:4) yang berlaku sampai Hari Kiamat.

Oleh karena itu Nabi Muhammad saw. sebagai seorang Rasul Allah berkewajiban untuk mengamalkan secara sempurna semua hukum-hukum Islam (Al-Quran) tersebut (Qs.3:32-33) agar orang-orang yang beriman dapat melaksanakan hukum-hukum Islam (Al-Quran) tersebut dalam kehidupannya -- walau pun hukum-hukum Islam (Al-Quran) yang diperagakan oleh Muhammad saw. tersebut menjadi batu sandungan yang menggelincirkan bagi orang-orang yang hatinya berpenyakit -- contohnya pernikahannya dengan Siti Zainab yang kalian cela habis-habisan sebagai suatu tindakan tidak-bermoral, karena bertentangan dengan adat-istiadat jahiliyah kalian, firman-Nya:

مَا کَانَ عَلَی النَّبِیِّ مِنۡ حَرَجٍ فِیۡمَا فَرَضَ اللّٰہُ لَہٗ ؕ سُنَّۃَ اللّٰہِ فِی الَّذِیۡنَ خَلَوۡا مِنۡ قَبۡلُ ؕ وَ کَانَ اَمۡرُ اللّٰہِ قَدَرًا مَّقۡدُوۡرَۨا ﴿۫ۙ﴾ الَّذِیۡنَ یُبَلِّغُوۡنَ رِسٰلٰتِ اللّٰہِ وَ یَخۡشَوۡنَہٗ وَ لَا یَخۡشَوۡنَ اَحَدًا اِلَّا اللّٰہَ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ حَسِیۡبًا ﴿﴾ مَا کَانَ مُحَمَّدٌ اَبَاۤ اَحَدٍ مِّنۡ رِّجَالِکُمۡ وَ لٰکِنۡ رَّسُوۡلَ اللّٰہِ وَ خَاتَمَ النَّبِیّٖنَ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمًا ﴿٪﴾

Tidak ada suatu keberatan atas Nabi tentang apa yang telah diwajibkan Allah kepadanya. Inilah sunnah Allah yang Dia tetapkan terhadap orang-orang yang telah berlalu sebelumnya. Dan perintah Allah adalah suatu keputusan yang telah ditetapkan. Orang-orang yang menyampaikan amanat Allah dan takut kepada-Nya, dan mereka tidak takut kepada siapa pun kecuali Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Penghisab (Al Ahzab, 39-40).
4. Hai orang-orang kafir bangsa Arab, apabila agama Islam (Al-Quran) diturunkan (diserahkan) kepada para Rasul Allah yang diutus sebelum Muhammad saw. – termasuk Musa a.s. dan Isa Ibnu Maryam a.s. (Yesus Kristus) -- mereka semua tidak akan mampu memikul (melaksanakan) amanat Islam (Al-Quran) dengan sempurna (Qs.143-145; Qs.33:73-74; Ulangan 18:18-19; Yoh 16:12-13), itulah sebabnya Muhammad saw. dalam kedudukan mulianya sebagai Rasul Allah pengemban amanat-syariat terakhir dan tersempurna dia pun merupakan KHAATAMAN-NABIYYIIN (Meterai para Nabi/Perhiasan Para Nabi). Oleh karena itu mustahil Muhammad saw. melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji seperti yang kalian tuduhkan terhadapnya.
Itulah tahapan-tahapan pembelaan yang dikemukakan Allah Ta'ala tentang kesempurnaan martabat Nabi Besar Muhammad saw. sebagai Rasul Allah untuk seluruh umat manusia yang diberi gelar KHÂTAMAN-NABIYYÎN oleh Allah Ta'ala.
Kalau pun Khâtaman-Nabiyyyîn diartikan "Penutup Nabi-nabi" maka maksudnya adalah "penutup Nabi-nabi yang membawa syariat" (Qs.5:4), bukan "nabi terakhir" atau "nabi penutup" dalam arti bahwa Allah Ta'ala tidak akan pernah mengutus nabi (rasul) macam apa pun setelah Nabi Besar Muhammad saw., sebab hal itu bertentangan dengan:
1. Wasiyat Allah Ta'ala kepada Bani Adam tentang kesinambungan kedatangan Rasul-rasul yang akan datang dari antara mereka (Qs.7:35-37).
2. Dengan kepercayaan umunnya umat beragama yang mempercayai kedatangan Rasul Akhir Zaman dengan nama yang berlainan (Qs.61:10), yang juga dipercayai oleh umat-umat beragama lainnya tentang kedatangannya.
3. Pembelaan Allah Ta'ala menolak tuduhan para pemimpin kaum kafir bangsa Arab bahwa Nabi Besar Muhammad saw. adalah seorang abtar (terputus keturunannya – Qs.108-104), sebab beliau saw. bukan saja tidak memiliki anak laki-laki yang berusia panjang tetapi juga beliau saw. tidak memiliki "anak-anak ruhani" sehingga "kebapak-rohanian" beliau saw. pun (Qs.33:7) juga abtar (terputus). Namun dengan tegas Allah Ta'ala telah menyatakan, bahwa barangsiapa patuh taat kepada Allah Ta'ala dan Rasul-Nya (Rasulullah saw.) maka mereka akan termasuk orang-orang yang yang mendapat nikmat dari Allah Ta'ala, yaitu: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syuhada, orang-orang shalih, (Qs.1:6-7; Qs.4:70-71).

Di luar keempat golongan yang mendapat nikmat dari Allah Ta'ala tersebut adalah maghdhuub (orang yang dimurkai) dan dhaalliin (orang yang sesat). Benarkah Nabi Besar Muhammad saw. dan ajaran Islam (Al-Quran) hanya menghasilkan "maghdhuub" (orang-orang yang dimirkai) dan "dhalliin" (orang-orang sesat) saja?
Bukankah doa yang diajarkan Allah Ta'ala kepada umat Islam dalam surah Al-Fatihah ayat 6 dan 7 berbunyi: "Tunjukkanlah kami jalan yang yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka, bukan [jalan] orang-orang yang Engkau murka atas mereka dan bukan pula yang mereka sesat"?

(Bersambung)


1 komentar:

  1. JANGAN TUNGGU IMAM MAHDI!!! DIA TIDAK AKAN DATANG BEGITU JUGA ISA AL MASIH

    ISLAM TIDAK MENGANUT PAHAM MESIANISME

    PERADABAN KAUM MANA DI DUNIA INI YANG TIDAK LEPAS DARI PENGARUH DAN KEHEBATAN KAUM YAHUDI???

    Kalau kita mau jujur maka biang kerok atau hakikat perseteruan antara pihak yang mengaku Sunni dengan yang mengaku Syiah adalah perebutan kekuasaan kekhalifahan, baik sejak proses penentuan sang khalifah pertama Abu Bakar dan terlebih lagi pasca Khalifah Ali bin Abi Thalib. Bumbu dari peruncingan masalah ini, ya seolah-olah adanya suksesi kepemimpinan dari Nabi Muhammad SAW pada Ali bin Abi Thalib, saudara sepupu sekaligus adanya anggapan masuk dinasti Ahlul Bait serta anggapan keturunan 'nabi' bahkan keturunan rasul dibuktikan adanya peristiwa Ghadir Khum pada bulan terakhir tahun ke-10 Hijriah, setelah Rasul Muhammad saw menjalankan Haji Perpisahan/Terakhir (Hajjatul Wada’).

    Jika Ali bin Abi Thalib dianggap masuk kriteria dinasti Ahlul Bait juga tak punya dalil yang kuat karena dalam Al Quran dari TQS. Hud, 11:73, Al Qashash, 28:12 dan Al Ahzab, 33:33 istilah sudara sepupu tidaklah masuk dalam dinasti Ahlul Bait Muhammad SAW. Jika dianggap masuk ke dalam keturunan Ahlul Bait, Al Quran bahkan tidak mengenal istilah 'keturunan' ahlul bait, nabi apa lagi keturunan rasul. Yang ada hanya istilah keturunan Adam, keturunan Ibrahim atau keturunan Israil [TQS. Maryam, 19:58] bahkan tidak juga istilah 'keturunan Muhammad'.

    Issu Mesianisme itu adalah dampak dr doa Nabi Ibrahim As dan Ismail As (QS. 2:129) yg meminta ditetapkannya seorang Rasul di tanah pengasingan dari peradaban yang sdh tinggi di luar Arab.

    Lalu diuji orang Bani Israel itu dng anugerah para nabi yg hebat2 tapi umatnya ngeyel sampai pd penetapan Raja Daudnya sbg khalifah (QS. 38:26) mk disanjunglah agar 'KETURUNAN' dari Nabi Daudnya untuk menjadi seorang nabi atau rasul atau khalifah memimpin dunia ini ke masa depannya. Tapi nabi dan rasul yg diperolehnya oleh Bani Israel sesudaah Daud adalah tokoh yg bukan dari keturunan Raja Daud tapi malah keturunan bunda Maryam itulah dia Nabi Isa As.

    Nabi Isa As. pun tdk diterima oleh Kaum Yahudi krn bibit dan bobot keturunan berbeda sama sekali, maka issu mesias terus bergulir sampai ke Nabi Muhammad SAW. Anehnya itu pun baik Yahudi dan Nasrani tdk bisa terima krn Nabi Muhammad SAW, dia keturunan Nabi Ismail As.

    Oleh krena itu mukjizat Allah SWT untuk Nabi Muhammad SAW ialah DIPUTUSKAN semua pertalian ke-AHLUL BAIT-an sehingga tdk akan bisa menyandang lebel ‘KETURUNAN’ Ahlul Bait itu. Ya dikhawatirkan dinasti 'keturunan' itu tidak mampu menyandang misi kenabian Muhammad SAW sampai akhir zaman nantinya.

    Dari contoh perjalanan sejarah peradaban umat manusia di atas maka keturunan ahlul bait bisa 'jadi' masalah besar bagi keturunannya Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul Allah dan penutup para nabi (TQS. 33:40) dalam rangka menjalankan peran beliau sebagai pembawa, penyampai Islam pada umat manusia:

    Sebagi contoh, kelompok Sunni juga menanti sang Imam Mahdi yang belum lahir dan akan lahir dikemudian hari, konon dari 'keturunan Ahlul Bait', ya oroknya aja belum jadi dari jalur Hasan bin Abi Thalib. Sementara konsep Kaum Yahudi yang dari dulu sudah ribuan tahun mereka menanti sang Mesiasnya, juga ngaku dan maunya dari keturunan Nabi atau Khalifah, Raja Daudnya.

    Sebaliknya, kaum yang ngaku Syiah pun demikian, menanti Imam Mahdinya yang rahib entah kemana dari bumi ini, lalu kelak akan muncul kembali dengan nama Imam Mahdi dari keturunan Ahlul Bait juga, dan agak 'malu-malu' menyebutkan dari Keturunan Ali bin Abi Thalibnya, konon ada yang sebut dari dia dari keturunan Husein bin Ali bin Abi Thalibnya? Penantian Imam Mahdinya versi kaum Syiah ini pun 'MENGADOPSI' dari pengaruh PAHAM INKARNASI yakni kembalinya Sang Mesiasnya 'YESUS KRISTUS' yang akan datang kembali ke dunia dari kerahibannya juga?

    BalasHapus