HAKIKAT "MESIANISME" (KE-ALMASIH-AN) DALAM AL-QURAN & MAKNA "NAGARA PAJAJARAN ANYAR" DAN "URANG SUNDA" DALAM UGA WANGSIT
PRABU SILIWANGI
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Tidak dapat dipungkiri, bahwa kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tanpa ayah seorang laki-laki sangat rentan bagi munculnya penafsiran keliru seperti yang direkayasa oleh Paulus tentang TRINITAS dan PENEBUSAN DOSA. Namun demikian itulah ketetapan Allah Ta'ala, sebab di dalam peristiwa kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yang sangat unik – yakni tanpa ayah seorang laki-laki – tersebut terkandung banyak sekali hikmah yang sangat halus dan sangat dalam, namun dapat menggelincirkan orang-orang yang berhati bengkok (Qs.3:8-9), firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَتِ الۡمَلٰٓئِکَۃُ یٰمَرۡیَمُ اِنَّ اللّٰہَ اصۡطَفٰکِ وَ طَہَّرَکِ وَ اصۡطَفٰکِ عَلٰی نِسَآءِ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ یٰمَرۡیَمُ اقۡنُتِیۡ لِرَبِّکِ وَ اسۡجُدِیۡ وَ ارۡکَعِیۡ مَعَ الرّٰکِعِیۡنَ ﴿﴾ ذٰلِکَ مِنۡ اَنۡۢبَآءِ الۡغَیۡبِ نُوۡحِیۡہِ اِلَیۡکَ ؕ وَ مَا کُنۡتَ لَدَیۡہِمۡ اِذۡ یُلۡقُوۡنَ اَقۡلَامَہُمۡ اَیُّہُمۡ یَکۡفُلُ مَرۡیَمَ ۪ وَ مَا کُنۡتَ لَدَیۡہِمۡ اِذۡ یَخۡتَصِمُوۡنَ ﴿﴾ اِذۡ قَالَتِ الۡمَلٰٓئِکَۃُ یٰمَرۡیَمُ اِنَّ اللّٰہَ یُبَشِّرُکِ بِکَلِمَۃٍ مِّنۡہُ ٭ۖ اسۡمُہُ الۡمَسِیۡحُ عِیۡسَی ابۡنُ مَرۡیَمَ وَجِیۡہًا فِی الدُّنۡیَا وَ الۡاٰخِرَۃِ وَ مِنَ الۡمُقَرَّبِیۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ یُکَلِّمُ النَّاسَ فِی الۡمَہۡدِ وَ کَہۡلًا وَّ مِنَ الصّٰلِحِیۡنَ ﴿﴾ قَالَتۡ رَبِّ اَنّٰی یَکُوۡنُ لِیۡ وَلَدٌ وَّ لَمۡ یَمۡسَسۡنِیۡ بَشَرٌ ؕ قَالَ کَذٰلِکِ اللّٰہُ یَخۡلُقُ مَا یَشَآءُ ؕ اِذَا قَضٰۤی اَمۡرًا فَاِنَّمَا یَقُوۡلُ لَہٗ کُنۡ فَیَکُوۡنُ ﴿﴾ وَ یُعَلِّمُہُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ وَ التَّوۡرٰىۃَ وَ الۡاِنۡجِیۡلَ ﴿ۚ﴾ وَ رَسُوۡلًا اِلٰی بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ ۬ۙ اَنِّیۡ قَدۡ جِئۡتُکُمۡ بِاٰیَۃٍ مِّنۡ رَّبِّکُمۡ ۙ اَنِّیۡۤ اَخۡلُقُ لَکُمۡ مِّنَ الطِّیۡنِ کَہَیۡـَٔۃِ الطَّیۡرِ فَاَنۡفُخُ فِیۡہِ فَیَکُوۡنُ طَیۡرًۢا بِاِذۡنِ اللّٰہِ ۚ وَ اُبۡرِیُٔ الۡاَکۡمَہَ وَ الۡاَبۡرَصَ وَ اُحۡیِ الۡمَوۡتٰی بِاِذۡنِ اللّٰہِ ۚ وَ اُنَبِّئُکُمۡ بِمَا تَاۡکُلُوۡنَ وَ مَا تَدَّخِرُوۡنَ ۙ فِیۡ بُیُوۡتِکُمۡ ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیَۃً لَّکُمۡ اِنۡ کُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿ۚ﴾ وَ مُصَدِّقًا لِّمَا بَیۡنَ یَدَیَّ مِنَ التَّوۡرٰىۃِ وَ لِاُحِلَّ لَکُمۡ بَعۡضَ الَّذِیۡ حُرِّمَ عَلَیۡکُمۡ وَ جِئۡتُکُمۡ بِاٰیَۃٍ مِّنۡ رَّبِّکُمۡ ۟ فَاتَّقُوا اللّٰہَ وَ اَطِیۡعُوۡنِ ﴿﴾ اِنَّ اللّٰہَ رَبِّیۡ وَ رَبُّکُمۡ فَاعۡبُدُوۡہُ ؕ ہٰذَا صِرَاطٌ مُّسۡتَقِیۡمٌ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika malaikat-malaikat berkata kepada Maryam, "Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih engkau dan mensucikan engkau, dan telah memilih engkau di atas perempuan-perempuan seluruh alam. Hai Maryam, patuhilah Tuhan engkau dan sujudlah dan rukuklah kepada Tuhan bersama orang-orang yang rukuk." Hal itu sebagian dari kabar-kabar gaib yang Kami wahyukan kepada engkau [Rasulullah]. Dan engkau tidak bersama mereka ketika mereka melemparkan panah-panah mereka untuk mengundi siapakah di antara mereka yang akan memelihara Maryam, dan tidak pula engkau bersama mereka ketika mereka berbantah, ketika malaikat-malaikat berkata, "Hai Maryam, sesungguhnya Allah memberi engkau kabar suka dengan satu kalimat dari-Nya tentang kelahiran seorang anak laki-laki, namanya Al-Masih Isa Ibnu Maryam, yang dimuliakan di dunia dan di akhirat, dan ia adalah dari antara orang-orang yang dekat kepada Allah. Dan ia akan berkata-kata dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah setengah umur, dan ia dari antara orang-orang shalih." Ia (Maryam) berkata, "Ya Tuhan-ku, bagaimanakah aku akan mempunyai anak laki-laki padahal aku belum pernah disentuh seorang laki-laki?" Dia berfirman, "Begitulah kekuasaan Allah. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Apabila Dia menetapkan suatu hal harus terjadi maka Dia berfirman tentang itu, "Jadilah" maka jadilah itu. Dan Dia akan mengajarkan kepadanya Al-Kitab dan Hikmah dan Taurat dan Injil, dan sebagai Rasul kepada Bani Israil dengan pesan, "Sesungguhnya aku datang kepada kamu membawa Tanda dari Tuhan kamu, bahwasanya aku menciptakan untuk kamu suatu makhluk yang bersifat tanah seperti bentuk burung, kemudian aku tiupkan ke dalamnya jiwa baru maka jadilah ia burung yang terbang dengan izin Allah, dan aku menyembuhkan orang buta dan orang kusta, dan aku menghidupkan orang yang mati dengan izin Allah, dan aku akan memberitahukan kepada kamu tentang apa-apa yang kamu makan dan apa-apa yang kamu simpan di rumah-rumah kamu. Sesungguhnya dalam hal ini ada suatu Tanda bagi kamu, jika kamu orang-orang yang beriman. Dan aku datang untuk menggenapi apa yang ada sebelumku dari Taurat, dan menghalalkan bagi kamu sebagian dari yang telah diharamkan atas kamu, dan aku datang kepada kamu membawa suatu Tanda dari Tuhan kamu. Maka bertakwalah kepada Allah dan taatilah aku. Sesungguhnya Allah adalah Tuhan-ku dan Tuhan kamu maka sembahlah Dia, inilah jalan yang lurus (Aali 'Imran, 43-52).
Hikmah yang pertama dari keunikan kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tanpa ayah seorang laki-laki adalah sebagai As-Saa'ah (tanda Kiamat) bagi suatu kaum (umat) -- dalam hal ini Bani Israil -- yakni kedudukan Bani Israil "kaum pilihan" akan segera berakhir, akibat mereka telah berulang kali berbuat durhaka kepada Allah Ta'ala dan Rasul-Nya (Qs.2:88-92), firman-Nya:
وَ لَمَّا ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ مَثَلًا اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ یَصِدُّوۡنَ ﴿﴾ وَ قَالُوۡۤاءَ اٰلِہَتُنَا خَیۡرٌ اَمۡ ہُوَ ؕ مَا ضَرَبُوۡہُ لَکَ اِلَّا جَدَلًا ؕ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ خَصِمُوۡنَ ﴿﴾ اِنۡ ہُوَ اِلَّا عَبۡدٌ اَنۡعَمۡنَا عَلَیۡہِ وَ جَعَلۡنٰہُ مَثَلًا لِّبَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ ﴿ؕ﴾ وَ لَوۡ نَشَآءُ لَجَعَلۡنَا مِنۡکُمۡ مَّلٰٓئِکَۃً فِی الۡاَرۡضِ یَخۡلُفُوۡنَ ﴿﴾ وَ اِنَّہٗ لَعِلۡمٌ لِّلسَّاعَۃِ فَلَا تَمۡتَرُنَّ بِہَا وَ اتَّبِعُوۡنِ ؕ ہٰذَا صِرَاطٌ مُّسۡتَقِیۡمٌ ﴿﴾
Dan tatkala Ibnu Maryam dikemukakan sebagai misal (perumpamaan) tiba-tiba kaum engkau (Rasulullah) ingar-bingar mengajukan bantahan terhadapnya, dan mereka berkata, "Apakah tuhan-tuhan kami lebih baik ataukah dia?" Mereka tidak mengemukakan hal itu kepada engkau kecuali perbantahan semata. Bahkan mereka adalah kaum yang biasa berbantah. Dia tidak lain melainkan seorang hamba yang Kami telah menganugerahkan karunia kepadanya, dan Kami menjadikan dia (Isa Ibnu Maryam) suatu misal (perumpamaan) bagi Bani Israil, dan sesungguhnya ia benar-benar merupakan ilmu (tanda) Saat maka janganlah kamu ragu-ragu tentang itu dan ikutilah aku. Inilah jalan yang lurus (Az-Zukhruf, 58-62).
Tiga Tingkatan Suluk (Perjalanan Rohani) &
Keadaan Nafs Ammarah
Hikmah yang kedua adalah Allah Ta'ala telah menetapkan bagi orang-orang beriman yang menempuh suluk (perjalanan ruhani) bahwa mereka (para salik) harus menempuh 3 tingkatan keadaan jiwa (nafs), yaitu:
1. keadaan jiwa yang dimisalkan sebagai istri Fir'aun yang saleh,
2. keadaan jiwa yang dimisalkan sebagai Maryam binti 'Imran yang senantiasa menelihara kesucian dirinya, dan
3. keadaan jiwa yang dimisalkan sebagai Isa Ibnu Maryam a.s., yang dilahirkan akibat "tiupan Ruh" dari Allah Ta'ala.
Sebelum orang-orang beriman dapat menempuh ketiga tingkatan keadaan jiwa (nafs) yang dapat "mempertemukan" mereka dengan Allah Ta'ala tersebut, mereka harus terlebih dulu mampu melepaskan diri dari cengkraman nafs ammarah, yang secara alami menguasai jiwa setiap orang sejak dia dilahirkan dari kandungan ibunya. Berikut adalah pernyataan Nabi Yusuf a.s. tentang dominasi nafs ammarah terhadap jiwa manusia, firman-Nya:
وَ مَاۤ اُبَرِّیُٔ نَفۡسِیۡ ۚ اِنَّ النَّفۡسَ لَاَمَّارَۃٌۢ بِالسُّوۡٓءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّیۡ ؕ اِنَّ رَبِّیۡ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ﴿۵۳﴾
Dan aku tidak menganggap diriku bebas dari kelemahan, sesungguhnya nafsu ammarah itu benar-benar senantiasa menyuruh kepada keburukan, kecuali orang yang dikasihani oleh Tuhan-ku. Sesungguhnya Tuhan-ku maha Pengampun, Maha Penyayang (Yusuf, 54).
Mengisyaratkan kepada keadaan tingkatan-tingkatan suluk (perjalanan kerohanian) itulah mulai firman Allah Ta'ala berikut ini:
وَ ضَرَبَ اللّٰہُ مَثَلًا لِّلَّذِیۡنَ اٰمَنُوا امۡرَاَتَ فِرۡعَوۡنَ ۘ اِذۡ قَالَتۡ رَبِّ ابۡنِ لِیۡ عِنۡدَکَ بَیۡتًا فِی الۡجَنَّۃِ وَ نَجِّنِیۡ مِنۡ فِرۡعَوۡنَ وَ عَمَلِہٖ وَ نَجِّنِیۡ مِنَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ مَرۡیَمَ ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ الَّتِیۡۤ اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ مِنۡ رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ الۡقٰنِتِیۡنَ ﴿٪﴾
Allah mengemukakan misal (perumpamaan) bagi orang-orang kafir seperti istri Nuh dan istri Luth. Keduanya dibawah pengayoman dua hamba dari hamba-hamba Kami yang shalih, tetapi kedua istri nabi itu berbuat khianat kepada kedua suami mereka maka mereka berdua itu sedikit pun tidak dapat membela kedua istri mereka di hadapan Allah, dan dikatakan kepada keduanya, "Masuklah kamu berdua ke dalam api bersama orang-orang yang masuk ke dalamnya." Dan Allah mengemukakan misal (perumpamaan) bagi orang-orang yang beriman seperti istri Fir'aun ketika ia berkata, "Wahai Tuhan-ku, buatkanlah bagiku di sisi Engkau sebuah rumah di surga, dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim." Dan mengemukakan misal Maryam binti 'Imran yang telah memelihara kesuciannya maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami dan ia menggenapi firman Tuhan-nya dan Kitab-kitab-Nya, dan ia termasuk orang-orang yang patuh (At-Tahrîm, 12-13).
Permisalan (perumpamaan) istri-istri durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. tersebut identik dengan keadaan nafs ammarah, sehingga keduanya berbuat khianat kepada kedua suami mereka yang berkedudukan sebagai Rasul Allah. Kedua istri durhaka Rasul-rasul Allah tersebut -- daripada beriman kepada kerasulan kedua uami mereka yang suci tersebut -- malah memilih kenikmatan kehidupan jasmani (hawa-nafsu) bersama kaum mereka daripada memilih kenikmatan ruhani yang ditawarkan oleh kedua suami mereka yang suci (Qs.33:2935), sehingga akibatnya kedua istri Rasul Allah tersebut dimasukkan ke dalam neraka bersama-sama dengan kaumnya yang kafir serta menentang Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s.., firman-Nya:
ضَرَبَ اللّٰہُ مَثَلًا لِّلَّذِیۡنَ کَفَرُوا امۡرَاَتَ نُوۡحٍ وَّ امۡرَاَتَ لُوۡطٍ ؕ کَانَتَا تَحۡتَ عَبۡدَیۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَالِحَیۡنِ فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا عَنۡہُمَا مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾
Allah mengemukakan misal (perumpamaan) bagi orang-orang kafir seperti istri Nuh dan istri Luth. Keduanya dibawah pengayoman dua hamba dari hamba-hamba Kami yang shalih, tetapi kedua istri nabi itu berbuat khianat kepada kedua suami mereka maka mereka berdua itu sedikit pun tidak dapat membela kedua istri mereka di hadapan Allah, dan dikatakan kepada keduanya, "Masuklah kamu berdua ke dalam api bersama orang-orang yang masuk ke dalamnya." (At-Tahrîm, 11).
Dengan demikian benarlah pernyataan Nabi Yusuf a.s. sebelum ini tentang dominasi nafs ammarah terhadap jiwa setiap manusia, firman-Nya:
وَ مَاۤ اُبَرِّیُٔ نَفۡسِیۡ ۚ اِنَّ النَّفۡسَ لَاَمَّارَۃٌۢ بِالسُّوۡٓءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّیۡ ؕ اِنَّ رَبِّیۡ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾
Dan aku tidak menganggap diriku bebas dari kelemahan, sesungguhnya nafsu ammarah itu benar-benar senantiasa menyuruh kepada keburukan, kecuali orang yang dikasihani oleh Tuhan-ku. Sesungguhnya Tuhan-ku Maha Pengampun, Maha Penyayang (Yusuf, 54).
Keadaan Nafs Lawwamah &
Hakikat Bersumpah dengan Hari Kiamat
Ada pun makna permisalan (perumpamaan) istri Fir'aun yang shalih -- yang memilih kehidupan surgawi dengan segala kenikmatannya di sisi Allah Ta'ala daripada kesenangan dan kemewahan hidup duniawi sebagai istri seorang raja yang sangat berkuasa dan kaya-raya (Fir'aun Qs.43:52-55) -- merujuk kepada orang-orang yang beriman kepada Rasul Allah yang diutus kepada mereka, sehingga akibat keimanannya tersebut mereka mengalami berbagai penganiayaan keji dari para pemuka kaumnya yang mendustakan dan menentang Rasul Allah tersebut.
Namun walau bagaimana pun hebatnya penderitaan yang ditimpakan oleh para pemuka kaumnya yang kafir – sebagaimana yang dilakukan Fir'aun dan para pembesarnya terhadap Bani Israil yang beriman kepada Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. – mereka tetap memilih "kehidupan akhirat", walau pun dengan resiko mereka harus meninggalkan berbagai kesenangan hidup duniawi yang sebelumnya mereka nikmati.
Contoh yang paling sempurna dari misal (perumpamaan) istri Fir'aun yang shalih tersebut adalah yang telah diperagakan oleh para sahabat Nabi Besar Muhammad saw. yang berhijrah dari Mekkah ke Madinah -- mengikuti jejak Nabi Besar Muhammad saw. yang sebelumnya telah berhijrah ke Medinah ditemani oleh Abu Bakar Shiddiq r.a. (Qs.8:30-31; Qs. 9:40) -- sekali pun mereka harus meninggalkan kota dan keluarga mereka yang mereka cintai serta mereka harus meninggalkan harta kekayaan mereka di Mekkah (Qs.8:30-31; Qs.9:40), firman-Nya:
وَ ضَرَبَ اللّٰہُ مَثَلًا لِّلَّذِیۡنَ اٰمَنُوا امۡرَاَتَ فِرۡعَوۡنَ ۘ اِذۡ قَالَتۡ رَبِّ ابۡنِ لِیۡ عِنۡدَکَ بَیۡتًا فِی الۡجَنَّۃِ وَ نَجِّنِیۡ مِنۡ فِرۡعَوۡنَ وَ عَمَلِہٖ وَ نَجِّنِیۡ مِنَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾
Dan Allah mengemukakan misal (perumpamaan) bagi orang-orang yang beriman seperti istri Fir'aun ketika ia berkata, "Wahai Tuhan-ku, buatkanlah bagiku di sisi Engkau sebuah rumah di surga, dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang aniaya." (At-Tahrîm, 12).
Misal (perumpamaan) istri Fir'aun yang shalihah tersebut identik dengan keadaan nafs Lawwaamah (jiwa yang menyesali - Qs.75:2-3), yakni suatu keadaan jiwa yang sekali pun telah berhasil melepaskan diri dari dominasi nafs Ammarah, namun akibat keadaannya masih lemah -- seperti keadaan orang yang baru sembuh dari sakit berat -- maka kadang-kadang ia dapat dikuasai lagi oleh nafs ammarah, sehingga ia kembali melakukan pelanggaran terhadap perintah Allah Ta'ala dan Rasul-Nya, lalu ia mengecam dirinya sendiri atas kelemahannya tersebut.
Namun demikian, berbeda dengan keadaan ketika masih sepenuhnya berada dalam penguasaan nafs Ammarah – dimana ia sama sekali tidak peduli terhadap perbuatan-perbuatan buruk yang dilakukannya -- pada keadaan nafs Lawwaamah ia menyesali dan mengecam dirinya sendiri atas pelanggaran yang dilakukannya, lalu ia memohon ampunan kepada Allah Ta'ala atas pelanggaran (dosa) yang telah dilakukannya serta memohon pertolongan-Nya agar ia tidak melakukan pelanggaran (dosa) lagi, sebagaimana doa yang dipanjatkan Nabi Adam a.s ketika "terpedaya" oleh bujukan syaitan, firman-Nya:
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمۡنَاۤ اَنۡفُسَنَا ٜ وَ اِنۡ لَّمۡ تَغۡفِرۡ لَنَا وَ تَرۡحَمۡنَا لَنَکُوۡنَنَّ مِنَ الۡخٰسِرِیۡنَ ﴿۲۳﴾
Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menzalimi diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan mengasihi kami maka pasti kami akan menjadi orang-orang yang rugi" (Al-A'raaf, 24).
Mengisyaratan kepada keadaan itulah maka Allah Ta'ala telah menamakan keadaan jiwa seperti itu nafs Lawwaamah (jiwa yang menyesali diri sendiri), firman-Nya:
Aku bersumpah dengan kebenaran Hari Kiamat, dan Aku bersumpah dengan jiwa yang mengecam jiwanya. Apakah manusia menyangka bahwa Kami tidak akan pernah mengumpulkan tulang-tulangnya? Bahkan, Kami Maha Berkuasa menyusun kembali jari-jarinya, namun manusia ingin supaya berbuat buruk terus menerus, ia bertanya, "Kapankah terjadinya Hari Kiamat itu?" (Al-Qiyâmah, 2-7).
Jadi, pada tingkatan ini kesadaran jiwa manusia tentang kebenaran adanya Hari Kiamat (Hari Kebangkitan) dan tentang kebenaran adanya alam akhirat telah mulai hidup, itulah sebabnya ketika ia melakukan pelanggaran terhadap perintah Allah Ta'ala dan Rasul-Nya ia menyesali dan mengecam dirinya sendiri habis-habisan -- suatu keadaan kesadaran jiwa yang tidak pernah terjadi pada waktu ketika jiwa manusia masih berada di dalam keadaan nafs Ammarah.
Sebagai "penghormatan" terhadap jihad (kerja-keras) yang dilakukan oleh orang-orang yang telah berhasil melepaskan diri dari dominasi nafs Ammarah tersebut, kemudian mereka melanjutkan jihad (kerja-keras) pada tingkatan nafs Lawwamah – walaupun kadang-kadang mereka kembali melakukan pelanggaran -- maka sebagai penghormatan atas kerja-keras (jihad) yang dilakukan nafs Lawwaamah tersebut maka Ta'ala telah bersumpah dengan menyebutkan Hari Kiamat sebagai obyek persumpahan-Nya.
(Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar