Selasa, 25 Agustus 2009

Hizbullah Hakiki

HAKIKAT "MESIANISME" (KE-ALMASIH-AN) DALAM AL-QURAN & MAKNA "NAGARA PAJAJARAN ANYAR" DAN "URANG SUNDA" DALAM UGA WANGSIT PRABU SILIWANGI

BAB II
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
Hizbullâh Hakiki
dan

Hubungan Kata Shaffan Dengan "Pajajaran"
Sunnatullah (perlakuan Allah Ta'ala) tentang "pencabutan nikmat-nikmat Allah Ta'ala" yang terjadi pada Bani Israil -- sebagaimana yang dikemukakan pada bagian Pengantar (Mukadimah) tulisan ini -- berlaku pula bagi Bani Ismail (umat Islam), yaitu ketika mereka pun telah berbuat durhaka kepada Allah Ta'ala dan kepada Nabi Besar Muhammad saw., dan Allah Ta'ala pasti akan mendatangkan "kaum lain" sebagai pengganti mereka (Qs.4:134; Qs.6:7, 134; Qs.21:12; Qs.23:32, 43; Qs.44:29; Qs.62:3-4), firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَنۡ یَّرۡتَدَّ مِنۡکُمۡ عَنۡ دِیۡنِہٖ فَسَوۡفَ یَاۡتِی اللّٰہُ بِقَوۡمٍ یُّحِبُّہُمۡ وَ یُحِبُّوۡنَہٗۤ ۙ اَذِلَّۃٍ عَلَی الۡمُؤۡمِنِیۡنَ اَعِزَّۃٍ عَلَی الۡکٰفِرِیۡنَ ۫ یُجَاہِدُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ لَا یَخَافُوۡنَ لَوۡمَۃَ لَآئِمٍ ؕ ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ وَاسِعٌ عَلِیۡمٌ ﴿﴾ اِنَّمَا وَلِیُّکُمُ اللّٰہُ وَ رَسُوۡلُہٗ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا الَّذِیۡنَ یُقِیۡمُوۡنَ الصَّلٰوۃَ وَ یُؤۡتُوۡنَ الزَّکٰوۃَ وَ ہُمۡ رٰکِعُوۡنَ ﴿﴾ وَ مَنۡ یَّتَوَلَّ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا فَاِنَّ حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡغٰلِبُوۡنَ ﴿٪﴾
"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu murtad dari agamanya maka pasti Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia akan mencintai mereka dan mereka pun akan mencintai-Nya, mereka akan bersikap lemah-lembut terhadap orang-orang mukmin dan keras terhadap orang-orang yang ingkar. Mereka akan berjuang di jalan Allah dan tidak takut akan celaan seorang pencela. Itulah karunia Allah, Dia memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas karunia-Nya, Maha Mengetahui. Sesungguhnya Pelindung (sahabat) kamu hanyalah Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang beriman yang dawam mendirikan shalat dan membayar zakat dan mereka taat kepada Allah. Dan barangsiapa menjadikan Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai pelindung (sahabat) maka sesungguhnya HIZBULLÂH (partai/golongan/jamaah Allah) pasti menang" (Al-Maidah, 55-57).
Mengenai "kaum pengganti" yang dinamakan Hizbullâh (partai/golongan/jamaah Allah Ta'ala) tersebut dalam Surah lain Allah Ta'ala berfirman:
لَا تَجِدُ قَوۡمًا یُّؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ یُوَآدُّوۡنَ مَنۡ حَآدَّ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ وَ لَوۡ کَانُوۡۤا اٰبَآءَہُمۡ اَوۡ اَبۡنَآءَہُمۡ اَوۡ اِخۡوَانَہُمۡ اَوۡ عَشِیۡرَتَہُمۡ ؕ اُولٰٓئِکَ کَتَبَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمُ الۡاِیۡمَانَ وَ اَیَّدَہُمۡ بِرُوۡحٍ مِّنۡہُ ؕ وَ یُدۡخِلُہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا ؕ رَضِیَ اللّٰہُ عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ اُولٰٓئِکَ حِزۡبُ اللّٰہِ ؕ اَلَاۤ اِنَّ حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾
"Engkau (Muhammad saw.) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang menyatakan beriman kepada Allah dan Hari Akhir namun demikian mereka mencintai orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya walaupun mereka itu bapak-bapak mereka atau anak-anak mereka atau saudara-saudara mereka atau pun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang di dalam hati mereka Allah telah menanamkan iman dan Dia telah meneguhkan mereka dengan ruh (wahyu) dari Dia sendiri. Dan Dia akan memasukkan mereka ke dalam kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka akan kekal di dalamnya. Allah ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada-Nya. Mereka itulah HIZBULLÂH (partai/golongan/jamaah Allah), sesungguhnya HIZBULLÂH (partai/golongan/jamaah Allah) mereka itulah orang-orang yang menang" (Al-Mujaadilah, 23).
Merujuk kepada jama'ah orang-orang beriman yang disebut Hizbullaah itulah firman Allah Ta'ala pada awal Pengantar uraian ini, sebab hanya suatu jamaah orang-orang beriman yang didirikan oleh Rasul Allah sajalah yang keadaannya sesuai dengan firman-Nya berikut ini:
سَبَّحَ لِلّٰہِ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ۚ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿۱ یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لِمَ تَقُوۡلُوۡنَ مَا لَا تَفۡعَلُوۡنَ ﴿۲ کَبُرَ مَقۡتًا عِنۡدَ اللّٰہِ اَنۡ تَقُوۡلُوۡا مَا لَا تَفۡعَلُوۡنَ ﴿۳ اِنَّ اللّٰہَ یُحِبُّ الَّذِیۡنَ یُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِہٖ صَفًّا کَاَنَّہُمۡ بُنۡیَانٌ مَّرۡصُوۡصٌ ﴿۴
"Bertasbih kepada Allah apa pun yang ada di seluruh langit dan apa pun yang ada di bumi, dan Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Hai orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan? Sangat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa pun yang tidak kamu kerjakan. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya berjajar-jajar, mereka itu seakan-akan suatu bangunan yang tersusun kokoh" (Ash-Shaff, 2-5).

Hubungan Kata Shaff Dengan Kata Pajajaran &
Makna "Bertasbih"

Dari zaman ke zaman HIZBULLÂH (partai/golongan/jamaah Allah Ta'ala) yang hakiki senantiasa dipimpin oleh seorang IMAM yang datang dari Allah Ta'ala, yakni dipimpin oleh seorang Rasul Allah, dan setelah Rasul Allah tersebut wafat lalu HIZBULLÂH tersebut dipimpin oleh para Khalifah Rasul-Nya, sehingga keadaan HIZBULLÂH tersebut tetap merupakan sebuah "JAMA'AH".
Keadaan mereka adalah benar-benar seperti orang-orang yang shalat berjama'ah, mereka berdiri bershaf-shaf (berjajar-jajar) di belakang seorang imam shalat, dan mereka mengikuti semua gerakan yang dilakukan oleh imam shalat. Kata shaffan artinya berjajar-jajar, bukan berbaris-baris. Demikian pula makna dari kata "Pajajaran" pun merujuk kepada sesuatu yang "berjajar-jajar".
Kenapa demikian? Sebab dalam shalat berjamaah, sebelum shaf (jajaran) pertama di belakang imam shalat terisi penuh, lurus, dan rapat, maka ma'mum tidak boleh membuat shaf (jajaran) yang kedua, begitu seterusnya dengan shaf-shaf (jajaran-jajaran) seterusnya, sedang dalam baris berbaris keadaannya tidak harus merupakan jajaran-jajaran yang panjang seperti shaf-shaf (jajaran-jajaran) dalam shalat berjama'ah.
Sehubungan dengan arti shaf (jajaran) tersebut, berikut firman Allah Ta'ala tentang para malaikat atau tentang keadaan orang-orang yang beriman yang tergabung dalam Hizbullaah yang hakiki:
وَ مَا مِنَّاۤ اِلَّا لَہٗ مَقَامٌ مَّعۡلُوۡمٌ ﴿﴾ۙ وَّ اِنَّا لَنَحۡنُ الصَّآفُّوۡنَ ﴿﴾ۚ وَ اِنَّا لَنَحۡنُ الۡمُسَبِّحُوۡنَ ﴿﴾
Dan tiada di antara kami kecuali baginya maqam (martabat) yang ditentukan, dan sesungguhnya kami benar-benar berdiri bershaf-shaf (berjajar-jajar), dan sesungguhnya kami adalah benar-benar orang-orang yang bertasbih" (Ash-Shaffat, 165-167).
Kata musabbahûn (orang-orang yang bertasbih) berasal dari kata sabaha, ungkapan "Sabbaha fii hawaa'ijihii" artinya "menyibukkan diri dalam mencari nafkah," atau "ia sibuk dalam urusannya". Sabh berarti: "mengerjakan pekerjaan" atau "mengerjakannya dengan usaha sekeras-kerasnya serta secepat-cepatnya". Dan ungkapan "Subhanallâh" menyatakan "kecepatan pergi berlindung kepada Allah Ta'ala dan kesigapan melayani dan mentaati perintah-Nya".
Sehubungan makna kata sabh tersebut, mengenai Nabi Besar Muhammad saw. pun Allah Ta'ala telah menggunakan ungkapan "sab-han-thawiila" (kesibukan yang panjang), firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الۡمُزَّمِّلُ ۙ﴿﴾ قُمِ الَّیۡلَ اِلَّا قَلِیۡلًا ۙ﴿﴾ نِّصۡفَہٗۤ اَوِ انۡقُصۡ مِنۡہُ قَلِیۡلًا ۙ﴿﴾ اَوۡ زِدۡ عَلَیۡہِ وَ رَتِّلِ الۡقُرۡاٰنَ تَرۡتِیۡلًا ؕ﴿﴾ اِنَّا سَنُلۡقِیۡ عَلَیۡکَ قَوۡلًا ثَقِیۡلًا ﴿﴾ اِنَّ نَاشِئَۃَ الَّیۡلِ ہِیَ اَشَدُّ وَطۡاً وَّ اَقۡوَمُ قِیۡلًا ؕ﴿۶ اِنَّ لَکَ فِی النَّہَارِ سَبۡحًا طَوِیۡلًا ؕ﴿﴾ وَ اذۡکُرِ اسۡمَ رَبِّکَ وَ تَبَتَّلۡ اِلَیۡہِ تَبۡتِیۡلًا ؕ﴿﴾
"Hai orang yang berselimut, berdirilah untuk shalat waktu malam, kecuali sedikit, setengahnya atau kurangilah sedikit darinya, atau tambahkan atasnya dan bacalah Al-Quran dengan pembacaan yang baik. Sesungguhnya Kami akan segera melimpahkan kepada engkau firman yang berbobot. Sesungguhnya bangun di waktu malam untuk shalat adalah lebih kuat untuk menguasai diri dan lebih ampuh dalam berbicara, inna laka fin-nahâri sab-han thawîla -- sesungguhnya engkau di waktu siang mempunyai kesibukan yang panjang. Maka ingatlah selalu nama Tuhan engkau dan baktikanlah diri engkau kepada-Nya dengan sepenuh kebaktian (Al-Muzzammil, 2-9).

Hakikat "Sayap" Malaikat &

Selain para Rasul Allah, makhluk Allah Ta'ala lainnya yang senantiasa bertasbih kepada Allah Ta'ala adalah para malaikat, yang telah ditugaskan oleh Allah Ta'ala untuk mengelola (mengendalikan) tatanan alam semesta ini. Itulah sebabnya berkenaan dengan kepatuh-taatan sempurna para malaikat (Qs.66:7) dalam melaksanakan berbagai tugas yang mereka pikul, Allah Ta'ala telah menggunakan kata sabbaha atau yusabbihu, firman-Nya:
سَبَّحَ لِلّٰہِ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۚ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ لَہٗ مُلۡکُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۚ یُحۡیٖ وَ یُمِیۡتُ ۚ وَ ہُوَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾ ہُوَ الۡاَوَّلُ وَ الۡاٰخِرُ وَ الظَّاہِرُ وَ الۡبَاطِنُ ۚ وَ ہُوَ بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ ﴿﴾
"Bertasbih bagi (kepada) Allah apa pun yang ada di seluruh langit dan bumi, dan Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Milik Dia-lah kerajaan seluruh langit dan bumi, Dia menghidupkan dan Dia mematikan, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu. Dia-lah Yang Awwal, dan Yang Akhir dan Yang Nyata dan Yang tersembunyi, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu" (Al-Hadîd, 2-4).
Selanjutnya Allah Ta'ala berfirman mengenai adanya perbedaan tugas di antara para malaikat – yang digambarkan dengan perbedaan jumlah "sayapnya" – sehingga mereka menyatakan dalam ayat sebelum ini bahwa: "Kami adalah benar-benar yang berjajar-jajar" (Ash- Shaffat, 165-167), firman-Nya lagi:
اَلۡحَمۡدُ لِلّٰہِ فَاطِرِ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ جَاعِلِ الۡمَلٰٓئِکَۃِ رُسُلًا اُولِیۡۤ اَجۡنِحَۃٍ مَّثۡنٰی وَ ثُلٰثَ وَ رُبٰعَ ؕ یَزِیۡدُ فِی الۡخَلۡقِ مَا یَشَآءُ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾
"Segala puji kepunyaan Allah Yang menciptakan seluruh langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat-malaikat sebagai utusan yang bersayap dua, tiga dan empat. Dia menambahkan dalam ciptaan apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu" (Al-Fâthir, 2).
Ajnihah artinya sayap yakni melambangkan "kekuatan dan kemampuan" yang dianugerahkan Allah Ta'ala kepada para malaikat, sebab kepada para malaikat dipercayakan menjaga, mengatur, dan mengawasi segala urusan yang berlaku di alam jasmani (Qs.79:6). Itulah tugas dan tanggungjawab yang dibebankan kepada mereka.
Tugas mereka yang lain dan yang lebih berat adalah melaksanakan perintah dan kehendak Allah Ta'ala kepada para Rasul-Nya. Malaikat-malaikat pembawa wahyu menampakkan serentak dua, tiga, atau empat Sifat Ilahi, dan ada pula malaikat lain yang bahkan menjelmakan lebih banyak lagi Sifat-sifat Ilahi.
Karena ajnihah (sayap) merupakan lambang kekuatan dan kemampuan maka ayat ini mengandung arti bahwa malaikat-malaikat memiliki kekuatan dan sifat yang berbeda-beda derajatnya, sesuai dengan kepentingan pekerjaan yang dipercayakan Allah Ta'ala kepada mereka masing-masing.
Tugas Malaikat Jibril a.s.
Sebagian malaikat dianugerahi kekuatan-kekuatan dan sifat-sifat yang lebih besar daripada yang lain. Malaikat Jibril a.s. adalah Penghulu semua malaikat, oleh karena itu pekerjaan mahapenting -- yakni menyampaikan wahyu Ilahi kepada para Rasul Allah Qs.2:98-100; Qs.26:193-198) -- diserahkan kepadanya serta dilaksanakan di bawah asuhan dan pengawasannya, firman-Nya:
قُلۡ مَنۡ کَانَ عَدُوًّا لِّجِبۡرِیۡلَ فَاِنَّہٗ نَزَّلَہٗ عَلٰی قَلۡبِکَ بِاِذۡنِ اللّٰہِ مُصَدِّقًا لِّمَا بَیۡنَ یَدَیۡہِ وَ ہُدًی وَّ بُشۡرٰی لِلۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾ مَنۡ کَانَ عَدُوًّا لِّلّٰہِ وَ مَلٰٓئِکَتِہٖ وَ رُسُلِہٖ وَ جِبۡرِیۡلَ وَ مِیۡکٰىلَ فَاِنَّ اللّٰہَ عَدُوٌّ لِّلۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Katakanlah [hai Rasulullah], "Barangsiapa menjadi musuh bagi Jibril, karena sesungguhnya dialah yang menurunkan Kitab (Al-Quran) ke dalam hati engkau dengan seizin Allah menggenapi [Kalam] yang ada sebelumnya, dan merupakan petunjuk dan bagi orang-orang mukmin. Barangsiapa menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril, dan Mikail, maka sesungguhnya Allah musuh bagi orang-orang kafir [seperti itu]" (Al-Baqarah 98-99).
Oleh karena itu mereka yang berpendapat bahwa semua jenis wahyu Ilahi telah berakhir (tertutup) dengan diturunkannya agama Islam dan Al-Quran kepada Nabi Besar Muhammad saw. (Qs.5:4), maka mereka itu sama dengan secara sadar memusuhi Allah Ta'ala dan Malaikat Jibril a.s., yang tugas utamanya adalah bertanggungjawab masalah penyampaian wahyu Ilahi kepada orang-orang suci yang Allah Ta'ala berkendak berwawancakap dengan mereka (Qs.42:52-54), firman-Nya:
وَ مَا کَانَ لِبَشَرٍ اَنۡ یُّکَلِّمَہُ اللّٰہُ اِلَّا وَحۡیًا اَوۡ مِنۡ وَّرَآیِٔ حِجَابٍ اَوۡ یُرۡسِلَ رَسُوۡلًا فَیُوۡحِیَ بِاِذۡنِہٖ مَا یَشَآءُ ؕ اِنَّہٗ عَلِیٌّ حَکِیۡمٌ ﴿﴾ وَ کَذٰلِکَ اَوۡحَیۡنَاۤ اِلَیۡکَ رُوۡحًا مِّنۡ اَمۡرِنَا ؕ مَا کُنۡتَ تَدۡرِیۡ مَا الۡکِتٰبُ وَ لَا الۡاِیۡمَانُ وَ لٰکِنۡ جَعَلۡنٰہُ نُوۡرًا نَّہۡدِیۡ بِہٖ مَنۡ نَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِنَا ؕ وَ اِنَّکَ لَتَہۡدِیۡۤ اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿ۙ﴾
Dan tidak mungkin bagi manusia bahwa Allah berbicara kepadanya kecuali dengan wahyu atau dari belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (rasul) guna mewahyukan dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Mahaluhur, Maha Bijaksana. Dan demikianlah Kami telah mewahyukan ruh (firman) ini dengan perintah Kami. Engkau [sebelumnya] tidak mengetahui apa Kitab itu dan tidak [pula mengetahui] apa iman itu. Akan tetapi Kami telah menjadikan [wahyu] itu nur (cahaya) yang dengan [wahyu] itu Kami memberi petunjuk kepada siapa yang Kami kehendaki dari antara hamba-hamba Kami, dan sesungguhnya engkau benar-benar memberi petunjuk ke jalan lurus, jalan Allah, Yang milik-Nya apa pun yang ada di seluruh langit dan apun di bumi. Ketahuilah, kepada Allah segala perkara kembali (Asy Syura [42]:52-54).
Pendek kata, penggunaan kata shaffan (berjajar-jajar) berkenaan dengan para malaikat dalam firman-Nya berikut ini, mengisyaratkan kepada kesempurnaan tatanan alam semesta ciptaan Allah Ta'ala yang pelaksanaannya dibawah tanggungjawab para malaikat:
وَمَا مِنَّا إِلَّا لَهُ مَقَامٌ مَعْلُومٌ()وَإِنَّا لَنَحْنُ الصَّافُّونَ()وَإِنَّا لَنَحْنُ الْمُسَبِّحُونَ
"Dan tiada di antara kami kecuali baginya maqam (martabat) yang ditentukan, dan sesungguhnya kami benar-benar berdiri bershaf-shaf (berjajar-jajar), dan sesungguhnya kami adalah benar-benar orang-orang yang bertasbih" (Ash-Shaffat, 165-167).
Allah Ta'ala pun menginginkan agar orang-orang yang beriman melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh para malaikat, yakni bergabung ke dalam suatu JAMAAH yang dipimpin oleh seorang RASUL ALLAH dan para KHALIFAH RASUL yakni HIZBULLAH yang hakiki, firman-Nya:
سَبَّحَ لِلّٰہِ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۚ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ لَہٗ مُلۡکُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ۚ یُحۡیٖ وَ یُمِیۡتُ ۚ وَ ہُوَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾ ہُوَ الۡاَوَّلُ وَ الۡاٰخِرُ وَ الظَّاہِرُ وَ الۡبَاطِنُ ۚ وَ ہُوَ بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ ﴿﴾
"Bertasbih kepada Allah apa pun yang ada di seluruh langit dan apa pun yang ada di bumi, dan Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Hai orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan? Sangat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa pun yang tidak kamu kerjakan. Sesungguhnya Allah mencintai ORANG-ORANG YANG BERPERANG DI JALAN-NYA BERJAJAR-JAJAR, mereka itu seakan-akan suatu BANGUNAN YANG TERSUSUN KOKOH" (Ash-Shaff, 2-5).
(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar